Teknologi Budidaya Ayam Buras

Posted by Unknown On Jumat, 29 Maret 2013 6 komentar


TEKNOLOGI BUDIDAYA AYAM BURAS
Oleh :
Ir. H. Muhammad Syahrir, MP
I.       PENDAHULUAN
              Ayam  buras ( ayam bukan ras ), dahulu disebut  ayam kampung dan/atau ayam sayur adalah ayam lokal yang terdapat di Indonesia. Ayam buras ini telah lama dipelihara terutama di daerah pedesaan dan merupakan salah satu kekayaan nasional yang dimiliki rakyat (petani peternak). Kegunaan ayam buras ini bukan saja sebagai penghasil daging dan telur, juga tidak kalah pentingnya tentang kebagusan suaranya dan keelokan bulunya. Dengan demikian ayam buras dapat diharapkan sebagai sumber tambahan bagi pendapatan (cash income) bagi petani peternak.
              Perkembangan populasi ayam buras ini, ternyata sampai saat ini belum diikuti dengan peningkatan cara /teknik pengelolaan yang baik. Cara pemeliharaan ayam buras ini pada umumnya masih dikelola secara ekstensif tradisional dengan motivasi pemeliharaan yang berbeda-beda tergantung lingkungan dan tingkat sosial petani peternak. Keadaan  ini ada hubungannya dengan masih adanya hambatan dan masalah dalam usaha mengembangkan ayam buras tersebut. Beberapa hambatan /masalah yang menonjol antara lain rendahnya produksi telur (40-60) butir per tahun dengan  rata-rata bobot 37,5 g per butir (Siregar dan Sabrani, 1971) angka kematian yang relative  tinggi (68,5 %) terutama pada periode kecenderungan pemotongan ayam–ayam muda yang belum berproduksi padahal usaha kearah pembibitan yang intensif belum dilaksanakan, perkandangan dan peralatan masih belum memenuhi persyaratan serta terbatasnya sumber daya modal yang dimiliki petani peternak.
              Tindakan dan upaya meningkatkan peranan ayam buras tersebut melalui peningkatan produktivitasnya dapat ditempuh, antara lain dengan melaksanakan perbaikan, teknik pengelolaan, pengadaan, dan pemberian pakan yang cukup kualitas serta kuantitas, perbaikan system perkandangan, perbaikan mutu genetik, pencegahan penyakit yang teratur. Untuk memanifestasikan upaya tersebut dan juga dalam usahanya untuk mengembangkan ayam buras pemerintah telah mengambil suatu kebijakan melalui  pelaksanaan intensifikasi ayam buras (INTAB) yang perlu didukung dengan masukan berupa cara/teknik pengelolaan yang baik dan sesuai dengan agro ekosistem lokasinya.
              Disamping upaya dan penanganan secara teknis, pembinaan motivasi ke arah usaha yang bernilai lebih ekonomis juga perlu dilakukan. Untuk itu program pembinaan melalui penyuluhan perlu ditingkatkan untuk mencapai keberhasilan upaya tersebut . Dengan demikian keserasian hubungan antara pembina di satu pihak dengan yang dibina di lain pihak akan sangat berperan, dimana masukan untuk mendapatkan pemecahan disamping guna penyempurnaan program pembinaan selanjutnya.
II.     PENGENALAN DAN JENIS AYAM BURAS
              Pepatah yang berbunyi “tidak kenal maka tidak sayang” pantas dan perlu dihayati. Demikian halnya untuk setiap orang yang telah dan/atau mau memelihara serta yang turut berkecimpung dalam pengembangan ayam buras tersebut.  Keadaan ini sangat perlu  agar segala upaya yang dilakukan untuk perbaikan dan peningkatan produktivitas ayam buras tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Walaupun pemeliharaan ayam buras telah lama dilakukan khususnya di daerah pedesaan, diharapkan jangan sampai timbul anggapan bahwa memelihara ayam buras tersebut mudah dan sederhana. Anggapan ini kurang tepat, karena usaha yang bernilai lebih ekonomis, sehingga  peningkatan dan perkembangan ayam buras ini dapat berjalan dengan baik. Kenyataan sampai sekarang teknik pemeliharaan ayam buras ini dapat dikatakan baru sedikit atau bahkan sama sekali tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun, karena cara pemeliharaan secara ekstensif tradisional masih dominan.
              Kenyataan tersebut di atas menjadi cambuk bagi setiap individu terutama pemerintah untuk selalu berupaya menangani dan memperhatikan perkembangan ayam buras ini. Hal ini mengingat bahwa ayam buras ini sudah jelas mempunyai potensi dan nilai positif untuk dikembangkan,antara lain melalui peningkatan komunikasi pertemuan, perlombaan-perlombaan disamping melakukan penelitian-penelitian  yang lebih terarah dan di dukung sumber daya termasuk sarana-prasarana yang cukup dan baik, agar cepat mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapkan.
              Ada beberapa jenis ayam lokal di Indonesia sampai saat ini yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, antara lain:
1.   Ayam Sayur
Ayam lokal yang termasuk golongan ini adalah popular dengan sebutan ayam kampong yang mempunyai peranan baik sebagai penghasil daging maupun telur. Termasuk ayam sayur ini adalah ayam buras lokal yang terdiri dari berbagai jenis dari berbagai daerah  baik sebagai penghasil daging maupun telur yang produktivitasnya belum terindentifikasi seperti misalnya ayam Cemani, ayam sentul , ayam berkisar dan lain-lain.

2.   Ayam Kedu
Jenis ayam lokal ini berasal dari daerah Kedu Kabupaten Temanggung Jawa tengah yang cukup potensial  sebagai penghasil telur. Ayam Kedu ini terdiri dari 2 jenis, yakni ayam Kedu Hitam dan Ayam Kedu putih. Perbedaan yang menonjol dari kedua jenis ayam ini terletak pada warna bulu dan kakinya. Sesuai dengan sifat yang dipunyai, pengembangan ayam kedu ini dapat diarahkan sebagai penghasil telur.
3.   Ayam Pelung
Jenis ayam ini sudah lama dikembangkan sebagai ternak peliharaan berupa hobi dan berasal dari  Cianjur Jawa Barat. Secara eksterior ayam pelung ini berukuran besar dengan kaki panjang serta warna bulu yang beraneka ragam. Tetapi pada umumnya mulai dari abu-abu  sampai hitam.ayam pelung saat di gemari orang dan sering di perlombakan karena dapat berkokok dengan mengeluarkan suara yang panjang dan tinggi serta enak didengar sesuai dengan fisiknya yang besar pengembangan ayam pelung ini  dapat diarahkan  sebagai penghasil daging.
4.   Ayam Nunukan
Ayam nunukan yang murni, kemungkinan besar hanya terdapat di pulau tarakan dan pulau nunukankalimantan timur .menurut sejarahnya ayam ini berasal dari bagian selatan daratan cina dan masuk ke pulau tarakan sejak tahun 1922 dibawa oleh imigran cina melalui pulau tawau dan pulau nunukan .ayam ini dipulu tarakan dikenal juga dengan sebutan ayam cina ,ayam tawau atau ayam kebun.
Keadaan eksterior ayam ini sangat unik, antara laiN yaitu bahwa ukuran   badanya kecil dan pertumbuhan bulu yang lambat dengan warna kuning kecoklat-coklatan (bervariasi dari warna  muda sampai warna yang lebih gelap). ayam ini dapat dikembangkan sebagai penghasil telur.
Tabel 1 dan 2 berikut ini memperlihatkan produkvitas beberapa jenis ayam buras yang terdapat di Indonesia yang di pelihara di bawah kondisi laboratorium.
Table 1. Rata-rata bobot badan 5 starin ayam lokal dan ayam ras sampai umur 20 minggu.

Strain
Ayam Ras
Ayan Sayur
Kedu Hitam
Kedu Putih
Nunukan
Pelung
Jumlah (ekor)
200
200
200
200
200
200
Rata-rata berat badan (gr)
4 minggu
200
148
165
140
151
161
8 minggu
686
370
313
404
423
370
12 minggu
914
706
575
739
665
669
16 minggu
1200
932
765
950
1010
1165
20 minggu
1573
1408
1480
1320
1203
1668




Tabel 2.  Produksi Telur 5 Strain Ayam Lokal dan Ayam Ras
Strain
Ayam Ras
Ayan Sayur
Kedu Hitam
Kedu Putih
Nunukan
Pelung
Jumlah (ekor)
88
88
88
80
78
78
Umur pertama bertelur (hari)
150
151
138
170
153
165
Umur 40% produksi (hari)
174
164
166
202
186
193
Puncak produksi (%)
87
55
75
72
62
44
Produksi (henday) telur
259
151
215
197
182
119
Produksi (henhouse) %
66,3
37,1
54,8
49,6
46,3
28,4
Rata-rata berat telur (gr)
62,6
43,6
44,7
39,2
47,5
40,6
Rata-rata konsumsi pakan (gr/hr)
118
88
93
82
85
93
Gram makanan / gram telur
2,7
4,9
3,6
3,8
3,6
7,1

III.     PENGELOLAAN AYAM BURAS
Pengelolaan merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan usaha ayam buras. Walaupun dengan mutu bibit yang baik serta diikuti pemberian pakan yang cukup kualitas dan kuantitasnya, tidak akan memberikan hasil yang baik, apabila dikelolah tidak sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan. Dibawah ini diuraikan aspek pengelolahan yang meliputi aspek perkandangan dan perlatan serta pemeliharaan ayam buras.
1.   Sistem Perkandangan dan Peralatan Kandang
a.   Perkandangan
Perkandangan adalah salah satu diantara beberapa kegiatan pengelolahan yang sangat perlu diperhatikan untuk mengurangi stress ayam yang dipelihara didalamnya dan ikut menentukan keberhasilan usaha tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang, antara lain masalah biologis ternak ayam yang akan menempati kandang seumur hidupnya, teknik pertukangan dalam kaitannya dengan bentuk dan kualitas bahan serta masalah ekonomi yang berhubungan dengan harga bahan kandang yang mampu dibayar kembali dari produksi ayam yang dipelihara didalamnya.
Untuk itu, sebagai pegangan dalam pembangunan kandang dapat bertitik tolak pada persyaratan yang dibutuhkan, yaitu atap tidak bocor, lokasi yang bebas dari lalu lalang orang dan sarang tikus serta binatang lain, berada di tempat kering dan tidak mudah tergenang air, ventilasi yang baik serta alas kandang yang cukup tinggi agar mudah membersihkan dan mengumpulkan kotorannya untuk dipergunakan sebagai pupuk.
Seperti telah diketahui tujuan pokok membuat kandang ditinjau dari aspek biologi adalah untuk melindungi ayam dari suhu lingkungan yang tinggi dan berfluktuasi, hujan tropis yang lebat serta angin langsung yang kencang.
Tetapi adanya kenyataan, kurangnya perhatian terhadap teknik dan persyaratan yang diperlukan dalam pembuatan kandang ayam buras ini, menyebabkan rendahnya produktivitas ayam buras tersebut sampai sekarang disamping faktor-faktor lain. Peningkatan produksi ayam buras melalui perkandangan dapat dilakukan dengan cara sederhana, tanpa mengganggu kenyamanan ayam yang tinggal didalamnya tanpa merubah cara-cara beternak serta biaya sementara, tenaga, maupun waktu yang tidak banyak, yaitu dengan cara membangun kandang sekaligus pemagaran (ren) disekeliling kandang tersebut. Dengan demikian, ternak ayam yang dipelihara lebih terkontrol termasuk dalam hal ini kontrol terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit serta kemungkinan hilang dan dimakan binatang buas. Pemagaran ini tidak perlu permanen sesuai dengan kebutuhan dengan bahan yang mudah didapat dan harganya murah, antara lain bambu, kayu reng serta pagar hidup.
Agar ayam buras yang dipelihara didalam kandang tersebut nyaman, aspek jumlah atau tingkat kepadatannya per satuan luas kandang juga perlu mendapat perhatian. Sebagai pegangan untuk kotak indukan anak ayam setiap satu meter persegi dapat dipelihara 10-20 ekor. Ayam muda/dara dapat dipelihara 16 ekor untuk satu meter persegi, jumlah tersebut makin dikurangin pada saat menjelang bertelur. Sedangkan ayam yang bertelur jumlahnya 6-8 ekor termasuk jantan untuk tiap satu meter persegi. Untuk pemeliharaan ayam buras muda yang dilepas, jumlah ayam permeter persegi dapat lebih dipadatkan sesuai dengan kondisi lingkungan.
b.   Peralatan Kandang
Peralatan kandang ini tergantung pada phase umur ayam yang dipelihara baik jenis maupun ukurannya. Periode anak ayam perlu peralatan pemanas (brooder) disamping tempat pakan dan air minum. Alat pemanas ini bisa dipergunakan lampu teplok, lampu kapal atau lampu pijar listrik. Sedangkan tempat pakan dapat dipergunakan dari bahan bambu, kayu, plastik dan seng (tidak berkarat), yang penting ukurannya sesuai dengan umur ayam yang dipelihara. Selanjutnya tempat air minum dapat digunakan botol plastik, seng, kaleng plastik kecil (bekas tempat sabun).
Peralatan kandang untuk ayam muda dan yang bertelur berupa tempat pakan dan air minuman prinsipnya sama, hanya disesuaikan dengan umur ayam tersebut. Tenggeran ayam dan sangkar bertelur untuk ayam dewasa perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan. Kandang ayam baterai tidak memerlukan tenggeran dang sangkar bertelur, karena baterai tersebut telah merupakan tempat tenggeran dan sangkar bertelur. Luas sangkar telur tiap ekor ayam babon ayam buras  tergantung dari bentuk sangkar yang digunakan.
Sangkar bentuk kotak segi empat ukurannya 40cm (panjang) x 35cm (lebar) x 35cm (tinggi/dalam) dengan tinggi penempatannya dari lantai sekitar 50cm. Untuk luas bentuk sangkar lainnya seperti bentuk bulat dengan alas rata dan bentuk cekung atau berbentuk kerucut dapat disesuaikan dengan ayamnya.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, ternyata sangkar telur yang berbentuk kerucut lebih baik daripada sangkar telur bentuk kotak.



Tabel 3. Pengaruh Konstruksi Sangkar Terhadap Daya Tetas, Kematian Embrio Dan Tingkat Suhu Penetasan Ayam Buras

Parameter
Konstruksi sangkar
Kerucut
Kotak
Daya Tetas (%)
77,4
66,4
Embrio yang mati (%)
16,6
23,6
Tidak dibuahi (%)
5,0
10,0
Suhu :
-   Maksimum (oF)
-   Minimum (oF)

102,3 ± 1,3
83,5 ± 2,4

107,4 ± 1,0
82,2 ± 4,8

2.   Pemeliharaan Ayam Buras
Sistim pemeliharaan ayam buras pada prinsipnya sama dengan ayam ras yaitu disesuaikan dengan umur ayam. Akan tetapi pada umumnya cara pemeliharaan ayam buras jauh lebih sederhana dibanding ayam ras disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya yang pada ayam buras tidak perlu diragukan, sehingga tidak memerlukan perhatian seintensif ayam ras, disamping kapasitas genetis yang memang rendah sehingga apapun usaha yang dilakukan tidak akan menghasilkan produksi setinggi ayam ras.  Tetapi bagaimanapun, usaha perbaikan tetap perlu dilakukan untuk menghasilkan produktifitas yang maksimal sesuai dengan kapasitas gemetik ayam buras tersebut.  Dibawah ini diuraikan cara-cara pemeliharaan yang disesuaikan dengan kebutuhan ayam buras pada unit-unit tertentu.
a.   Pemeliharaan Anak Ayam Buras
Untuk mendapatkan hasil yang baik, upaya yang harus dilakukan adalah menekan tingkat kematian serendah mungkin.  Pada pemeliharaan tradisional, anak-anak ayam dibiarkan bersama induknya, sehingga anak-anak itu dibawa kemana induknya pergi, hal mana akan mengakibatkan pertumbuhan yang lambat serta tingkat kematian yang tinggi.  Sistim pemeliharaan yang baik dan mudah dilaksanakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mel;akukan pemisahan anak ayam sesudah menetas dari induknya.  Pada sistim pemeliharaan ini, perlu disediakan kotak indukan yang dilengkapi dengan alat pemanas berupa lampu pijar atau menggunakan tabung yang diisi air panas.  Pada prinsipnya anak ayam tersebut memerlukan tempat yang hangat sesuai dengan kebutuhan tubuhnya untuk mempertahankan diri terhadap pengaruh lingkungannya.  Hal ini mudah dimengerti  karena bulu anak ayam tersebut belum tumbuh secara sempurna.
Dari hasil penelitian menunjukkan, ternyata pemisahan anak ayam buras dari induknya menghasilkan tingkat produktifitas yang lebih baik daripada tidak dipisahkan (Prasetyo dkk, 1985) sebagaimana disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Produksi telur, hari produksi dan hari istirahat bertelur pada induk-induk ayam yang mengasuh dan tidak mengasuh anaknya.
Parameter
Perlakuan
A
B
C
Produksi telur/tahun (btr)
52
115
132
Hari produksi/tahun (hari)
108
220
240
Hari istirahat bertelur (hari)
257
145
125
Jumlah pakan yang dihabiskan selama mengeram (gram)
50,1
51,0
50,8
Gram pakan/gram telur (g/g)
5,4
4,5
4,9

Keterangan :
A = induk mengerami telur sampai menetas dan anak tidak dipisah sampai lepas sapih
B =  induk mengerami telur sampai menetas dan anak dipisahkan setelah menetas.
C =  induk mengeram tidak diberi telur tetas.
b.   Pemeliharaan Ayam Dara
Pada pemeliharaan ekstensif tradisional saat penyapihan biasanya terjadi secara alamiah, yaitu induknya memayuk-matuk anaknya pertanda agar anaknya segera memisahkan diri dan mencari  pakan sendiri.  Sama halnya dengan anak yang dipisahkan dari induknya, apabila alat pemanas tidak diperlukan lagi didalam kotak indukan, berarti pada saat itu anak-anak ayam tersebut sudah dapat dilepas untuk mencari makan sendiri.  Pelepasan anak ayam dari kandang indukan biasanya dapat dilakukan pada saat anak ayam mencapai umur 6 minggu.  Tetapi perlu diperhatikan penyediaan kandang dan pakan  mengingat bahwa pakan yang diperoleh setelah dilepas belum tentu mencukupi kebutuhannya baik kuantitas maupun kualitas.  Disamping itu pemberian pakan dengan kualitas yang baik diharapkan dapat mempercepat umur dewasa kelamin/  pada pemeliharaan ekstensif tradisional biasanya umur dewasa kelamin dicapai pada umur 8 bulan.  Dengan adanya pemberian pakan tambahan sesudah dilepas dari kotak indukan, dewasa kelamin bisa dicapai lebih awal.
c.   Pemeliharaan Ayam buras Betina Dewasa
Pada pemeliharaan ayam buras betina dewasa yang dilakukan secara tradisional, biasanya periode bertelur hanya 3 kali dalam setahun.  Perincian waktu yang dibutuhkan adalah 2 minggu masa bertelur, 3 minggu mengerami telur ditambah 8 minggu mengasuh anak serta 3 minggu lagi untuk memulihkan kondisi badannya untuk mulai bertelur kembali,  jumlah telur yanmg dihasilkan seekor babon ayam buras dalam satu periode bertelur sangat bervariasi, yaitu antara 7 sampai 20 butir dengan rata-rata 13 butir telur.  Disinilah peranan upaya pemisahan anak dari induknya, karena dapat memperpendek masa mengasuh anak, dengan demikian frekwensi bertelur ayam buras dapat mencapai lebih dari 6 kali dalam satu tahun.  Disamping upaya memperbaaiki teknologi pemeliharaan yang dapat mendukung perpanjangan masa bertelur, juga adalah dengan pengambil;an telur secara teratur dan hati-hati dari sarang telur untuk mengurangi telur lebih awal. 
Pada pemeliharaan ayam buras betina dewasa ini yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan yang cukup kwantitas dan kualitasnya, karena hal ini sangat menentukan produksi telur.   Disamping itu pengadaan sangkar telur yang cukup dalam kandang juga menentukan hasil produksi telur yang akan diperoleh. 
3.   Sistem Pemeliharaan Ayam Buras
Dari kenyataan yang dapat dilihat pada usaha  ternak ayam buras, ternyata sampai saat ini pada umumnya tehnik pemeliharaannya sebagian besar masih dilaksanakan secara ekstensif tradisional. Tetapi dibeberapa daerah, pemeliharaan ayam buras sudah dilaksanakan secara intensif, walaupun belum sepenuhnya didukung dengan teknologi yang sesuai dengan sistem tersebut. Pemilihan sistem pemeliharaan yang akan diterapkan pada usaha ternak ayam buras sangat menentukan keberhasilan usaha tersebut. Untuk itu setiap petani peternak yang berkecimpung pada usaha ternak ayam buras, dalam memilih sistem pemeliharaan dapat menggunakan pedoman, yakni sejauh mana hasil atau imbalan jasa dapat diperoleh dari sistem pemeliharaan yang diterapkan.
Hasil atau imbalan jasa ini tergantung pada beberapa hal, antara lain mutu atau kemampuan genetis ayam buras yang dipelihara, pakan yang diberikan dan pengelolaan termasuk pemeliharaan. Berikut ini diuraikan beberapa alternatif sistem pemeliharaan ayam buras yang dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan.
a.   Pemeliharaan secara tradisional
Sistem pemeliharaan ini adalah dengan melepas ayam buras berkeliaran dan mencari makanan sendiri. Dengan demikian petani peternak kurang memperhatikan aspek teknis dan perhitungan keadaan lingkungan sebagai tempat mencari pakan untuk memenuhi kebutuhan ayam buras tersebut. Pemeliharaan dengan cara ini adalah bersifat sambilan, artinya para petani peternak tidak menyediakan secara khusus input pakan dan perkandangan untuk ayam buras yang dimiliki. Walaupun demikian, ada juga petani yang memberikan pakan tambahan berupa dedak dan sisa-sisa makanan, tetapi tidak dilakukan secara teratur. Perkandangan kurang diperhatikan, hanya seadanya seperti dikolong rumah, di samping dapur dan malah tidak sedikit yang membiarkan ayamnya bertengger di dahan pohon-pohonan pada waktu malan hari. Pemeliharaan dengan sisteem ini mempunyai dampak negatif, antara lain sering terjadinya serangan/gangguan binatang buas dan ayam yang hilang serta hambatan pelaksanaan vaksinasi ND.  Dampak akhir penggunaan sistem pemeliharaan ini mengakibatkan produktifitas ayam buras yang dipelihara rendah, walaupun manfaat pemeliharaan tersebut bagi petani peternak masih cukup berarti. Sistem pemeliharaan ini kalau masih dipertahankan hanya dapat dianjurkan bagi tempat yang masih jarang penduduknya dan pola pertaniannya belum intensif. Sebagai gambaran produktivitas ayam buras yang diperoleh pada kondisi pemeliharaan tradisional dapat dilihat pada data yang disajikan.
Tabel 5. Produktivitas ayam buras yang dipelihara secara tradisional
Uraian
Produktivitas
Produksi telur (butir/th)
Daya tetas (%)
Saat bertelur lagi setelah mengeram (hari)
Frekuensi bertelur (x/th)
Mortalitas (%)
Bobot badan umur 6 minggu (g)
29                              1)
72                              2)
73                              1)
3                                1)
56.0                           1)
140                            2)
 Sumber : 1) Laporan Bulanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
                     Tahun II Pelita V, 1990.   2) Kingstone (1997)
b.   Pemeliharaan secara semi intensif
Pada sistem pemeliharaan ini, ayam buras telah dipelihara dengan penyediaan kandang terutama untuk anak ayam sampai umur 6-8 minggu yang dipisah dari induknya sejak menetas. Selama pemisahan ini, anak ayam dipelihara secara intensif dan diberi pakan yang baik (ransum komersil atau buatan sendiri). Setelah umur tersebut di atas ayam dilepas dan diberi pakan tambahan sekitar 25 persen dari kebutuhan per ekor per hari. Di sekeliling kandang tempat berkeliaran ayam disarankan dibuat pagar sehingga untuk saat-saat tertentu ayam dapat dikurung. Disamping untuk memudahkan kontrol dan menghindarkan pengrusakan tanaman serta memakan bahan-bahan yang mengandung racun. Kandang selalu dilengkapi dengan peralatannya seperti sangkar telur, tempat makanan dan minuman serta tempat bertengger.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, jelas kelihatan manfaat pemeliharaan secara semi intensif tersebut sebagaimana dapat dilihat pada data yang disajikan dalam tabel 6.




Tabel 6. Input dan output pemeliharaan ayam buras di desa Pengradin, Kabupaten Bogor
Uraian
Awal
Penelitian
Setelah Penelitian
Semi intensif
( n=8 )
Intensif
( n=3 )
Input ( Rp. )
Output ( Rp. )
Pendapatan ( Rp.)
Pendapatan per ekor ( Rp.)
Rasio I/0
2.830,-
4.285,-
1.455,-
81,-
0.66
9.495,-
26.220,-
16.725,-
796,-
0.36
23.923,-
57.292,-
33.368,-
388,-
0.42
Sumber : Laporan Bulanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Tahun II Pelita V , 1990
Keterangan : Rataan pemeliharaan per petani peternak :
-      Awal penelitian 18 ekor
-      Semi intensif 21 ekor
-      Intensif 86 ekor
c.   Pemeliharaan secara intensif
Sistem ini tidak jauh berbeda dengan sistem semi intensif, hanya berbeda dalam hal pengadaan pakan, yakni pada pemeliharaan intensif secara penuh harus disediakan untuk kebutuhan ayam buras yang dipelihara ( ± 100 g/ ekor/ hari ). Disamping itu pemeliharaan lainnya mengharuskan para petani peternak untuk terus menerus  menangani usahanya, karena aspek ekonomi lebih ditekankan mengingat masukan yang diberikan cukup banyak. Ayam yang dikandangkan terus menerus menuntut penanganan yang lebih teliti, antara lain perhatian untuk pemberian tambahan vitamin dan mineral, karena ayam-ayam tersebut tidak mendapat kesempatan untuk mencari sendiri.
Produktivitas ayam buras mengalami peningkatan dengan penggunaan sistem intensif ini. Ayam-ayam betina dewasa tidak diberikan kesempatan untuk mengerami telurnya, dengan demikian telur-telur untuk ditetaskan dierami oleh induk ayam-ayam yang khusus dipelihara sebagai penetas telur.
Sistem pemeliharaan intensif masih belum begitu memasyarakat, karena kalau hanya mengandalkan pemberian pakan komersil yang harganya cukup mahal adalah kurang menguntungkan. Hal ini mengingat karena kemampuan genetis ayam buras untuk menghasilkan telur adalah rendah dibandingkan dengan ayam ras.
Untuk itu para petani peternak yang menggunakan sistem intensif, perlu mengadakan manipulasi penyusunan ransum dengan menggunakan bahan-bahan pakan yang harganya lebih murah (seperti harga bahan-bahan pakan lokal). Yang perlu diperhatikan adalah zat-zat makanan yang terkandung didalamnya terutama kandungan protein (minimal 14%) dan energi metabolis 2600 kkal/kg). Disamping itu perlu penambahan hijauan sebagai sumber vitamin yang harus diberihkan dan diberikan kepada ayam yang dipelihara. Dari segi jenis lantai kandang yang dipergunakan dikenal tiga sistem perkandangan, yaitu lantai litter (litter floor), lantai kawat (wire floor) dan lantai slat (slat floor). Ketiga jenis sistem lantai kandang ini masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian dan sama-sama memungkinkan untuk dipergunakan untuk pemeliharaan ayam buras. Sampai saat ini untuk pemeliharaan ayam buras yang banyak digunakan adalah sistem baterai dengan lantai bambu. Pemilihan sistem ini terutama dimaksudkan untuk mengefisienkan penggunaan lahan disamping memudahkan kontrol pemeliharaan. Dengan penggunaan sistem ini kotoran ayam dengan mudah dapat jatuh ke kolong kandang yang selanjutnya dapat dikumpulkan dan dipergunakan untuk pupuk. Untuk pemeliharaan ayam buras dengan sistem ini, yang juga perlu diperhatikan adalah pemberian tambahan mineral dan vitamin. Hal ini mengingat, bahwa ayam buras yang dipelihara dengan sistem perkandang ini hanya mengharapkan masukan pakan yang diberikan petani peternak. Dengan demikian diharapkan ayam-ayam yang dipelihara dapat berproduksi dengan baik dalam waktu yang cukup lama.


IV.    PAKAN AYAM BURAS
Ransum adalah salah satu faktor masukan (input)  yang sangat menentukan keberhasilan usaha ternak ayam, karena biaya ransum ini merupakan komponen biaya terbesar sekitar 60% dari biaya produksi usaha tersebut. Untuk itu setiap petani peternak yang mengharapkan hasil yang baik, harus memberikan perhatian terhadap pakan yang diberikan kepada ternak yang dipelihara baik dari segi kuantitas maupun kualitas, artinya pakan yang harus mengandung zat-zat nutrisi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan ayam yang dipelihara.
Pada kenyataan, sampai sekarang patokan kebutuhan zat-zat nutrisi untuk ayam buras belum ada yang mantap. Dengan demikian, setiap petani peternak masih menggunakan susunan (formula) yang berbeda-beda tergantung pada tersedianya bahan-bahan pakan yang dilokasinya serta biaya yang dimiliki. Lain halnya dengan usaha ternak ayam ras yang sudah mempunyai teknologi mapan dalam hal pengadaan pakan dengan kandungan zat-zat nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan ayam yang dipelihara. Adanya teknologi tentang patokan kebutuhan zat-zat nutrisi ayam ras ini sangat membantu pengadaan dan penyusunan ransum ayam buras walaupun masih tingkat upaya, melalui penelitian-penelitian seperti pengujian (adopsi) untuk mendapatkan dan membuat suatu patokan kebutuhan ayam buras.
Selanjutnya dalam uraian berikut, akan dicoba menjelaskan aspek kebutuhan zat-zat nutrisi jenis bahan-bahan pakan, prinsip penyusunan ransum dan cara pemberian pakan ayam buras.
1.   Kebutuhan Zat-Zat Nutrisi Ayam Buras
Setelah anak ayam buras menetas, segala kebutuhan pakan tergantung dari zat-zat nutrisi yang tergantung di dalam pakan yang diberikan.  Dengan demikian ransum yang disusun harus bermutu baik artinya mengandung zat-zat nutrisi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan ayam serta harga yang semurah mungkin.  Zat-zat nutrizi ini diperlukan antara lain untuk kebutuhan hidup pokok yakni untuk kelangsungan hidup dan proses biologis dalam tubuh serta untuk kebutuhan produksinya.  Kebutuhan zat-zat nutrisi ini trgantung pada umur ayam, sistem dan tujuan pemeliharaan.
             Secara garis besarnya, zat-zat nutrisi yang dibutuhkan ayam buras prinsipnya sama dengan yang dibutuhnak ayam ras, yaitu terdiri dari protein, energi, vitamin, mineral dan air.  Perbedaannya terletak pada jumlam pemberiannya, karena kemampuan genetis dan produksi serta efisiensi penggunaan pakan ayam buras jauh lebih rendah dari pada ayam ras.  Dengan demikian penerapan seratus persen  teknologi  pemberian pakan  ayam ras terhadap ayam buras adalah tidak efisien. Keadan ini dapat dimengerti, karena dengan pemberian pakan yang harganya relatif mahal tidak dapat diimbangi hasil produksi  berupa telur dan daging dari ayam buras yang dipelihara.
           Untuk mencari patokan kebutuhan zat – zat nutrisi bagi ayam buras telah banyak dilakukan berbagai upaya penelitian. Penelitian ayam dilakukan, antara lain memanipulasi susunan (formula)  ransum, penggunaan bahan – bahan pakan lokal  dan sisa – sisa hasil pertanian.
Hasil penelitian Resnawati dkk. (1988), menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung tingkat protein 14 persen dan energi metabolis (2600-2900) kkal/kg kepada ayam buras periode pertumbuhan yang dipelihara secara intensif sudah cukup menunjang pertumbuhan. Laporan hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (1990), ayam buras nunukan yang dipelihara secara intensif di laboratorium dengan pemberian pakan yang mengandung protein 18% serta energi metabolis 2600 kkal/kg selama pertumbuhan (5-16) minggu memberikan keuntungan yang lebih baik (Tabel 7).
Tabel 7.   Penampilan ayam buras Nunukan per ekor per minggu selama pertumbuhan (5-16) minggu
Tingkat
Konsumsi ransum
(g)
Pertambahan bobot badan
(g)
Konversi ransum
(g)
Mortalitas
(%)
Protein
(%)
Energi
(kkal/kg)
16
2600
465 , 5
91 , 8
5 , 57
2 , 1
16
18
18
2900
2600
2900
478 , 3
475 , 0
436 , 3
94 , 0
104 , 8
88 , 1
5, 36
4 , 90
5 , 40
2 , 1
0
0

Pemberian pakan kepada lima jenis ayam buras yang dipelihara secara intensif di laboratorium (Tabel 1 dan 2) dengan kandungan protein pada periode starter (0-6 minggu) dan grower (6-20 minggu) serta periode layer (>20 minggu) berturut-turut 20 persen, 16 persen dan 17 persen, ternyata menghasilkan penampilan yang lebih tinggi daripada ayam sayur pada kondisi pedesaan (Creswell dan Gunawan, 1982).
Pada pemeliharaan ayam buras yang telah dilakukan petani peternak secara semi intensif juga belum mempunyai patokan kebutuhan zat-zat nutrisi yang sesuai dengan kemampuan untuk produksi optimal. Penerapan kebutuhan zat-zat nutrisi ayam buras pada pemeliharaan secara intensif yang diperoleh dari hasil penelitian walaupun belum merupakan suatu patokan yang baru dapat dilakukan pada pemeliharaan secara semi intensif. Perbedaannya terletak pada jumlah pemberian pakan, yaitu jumlah pemberian yang lebih rendah pada pemeliharaan secara semi intensif ayam buras telah mendapat sebagian pakan dari lingkungannya walaupun jenis dan jumlahnya belum dapat diidentifikasi secara tepat. Tetapi pada periode pertumbuhan kebutuhan zat-zat nutrisi baik kuantitas maupun kualitas prinsipnya adalah sama pada sistem pemeliharaan semi intensif dan intensif.
Pengadaan pakan termasuk zat-zat nutrisi yang terkandung didalamnya juga harus sesuai dengan umur ayam buras yang dipelihara. Anak ayam buras umur 1 hari sampai 12 minggu membutuhkan pakan yang berkualitas baik terutama kandungan protein dan energi untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik pula. Disamping kualitasnya, bentuk pakan yang lebih halus serta cara pemberian yang terus (ad libitum) juga faktor yang perlu diperhatikan pada anak ayam tersebut. Demikian juga air minum yang diberikan harus bersih dengan jumlah serta cara pemberian yang terus menerus (ad libitum).
Ayam dara (umur 12-20 minggu) yang mempunyai laju pertumbuhan yang cepat harus diimbangi dengan pemberian pakan yang sesuai terutama imbangan protein dengan energi. Bentuk dan ukuran fisik pakan untuk ayam dara lebih kasar daripada pakan anak ayam. Pada periode ini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar supaya ayam tersebut jangan terlalu gemuk atau terlalu kurus kalau kita akan mengharapkan produksi telur.
Selanjutnya pada periode bertelur, yakni mulai umur 20 minggu ke atas, pakan termasuk zat-zat nutrisi yang terkandung didalamnya sebagian besar digunakan untuk produksi telur. Untuk ini kuantitas dan kualitas pakan serta kontinuitas pengadaannya sangat mempengaruhi produksi telur. Dengan demikian sekali-kali jangan mengganti atau mengubah jenis pakan kalau tidak perlu karena hal ini dapat mengakibatkan penurunan produksi telur. Apabila petani peternak terpaksa melakukan perubahan jenis pakan yang akan diberikan sebaiknya dilakukan dengan cara bertahap sampai seluruhnya diganti.
2.    Penyusunan Pakan Ayam Buras
Prinsip penyusunan ransum untuk ayam buras sama dengan ayam ras, yakni membuat suatu susunan/formula ransum dengan kandungan zat-zat nutrisi sesuai dengan kebutuhan ayam untuk memperoleh hasil berupa daging dan telur seperti yang diharapkan. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan ransum ayam buras antara lain (1) umur, (2) harga dan kontinuitas pengadaan bahan-bahan pakan termasuk zat-zat nutrisi yang terkandung didalamnya, (3) sistem dan tujuan pemeliharaan, (4) penentuan imbangan protein dengan energi.
Langkah selanjutnya adalah penentuan jenis dan jumlah kuantitatif bahan-bahan pakan dari hasil pertanian dan hasil ikutannya serta berasal dari hewan dan hasil ikutannya. Bahan-bahan pakan ini, antara lain jagung, dedak padi, tepung ikan, bungkil-bungkilan              ( berasal dari kacang-kacangan), tepung tulang.
Dengan kemajuan teknologi bidang makanan telah banyak diproduksi konsentrat komplit dengan kandungan gizi tinggi. Kenyataan ini telah banyak dimanfaatkan petani peternak dengan pakan yang banyak terdapa di lokasinya dengan perbandingan pemakaian tertentu. Hal ini sangat praktis, hanya bagi petani peternak yang relstif sulit mendapatkan konsentrat tersebut juga mengalami kesulitan untuk melaksanakannya.
Teknik penyusunan ransum yang dapat digunakan sampai saat ini ialah (1) perhitungan coba-coba (trial and error), (2) cara bujur sangkar dari pearson (square method pearson), dan (3) linear programming. Ditingkat petani peternak masih banyak menggunakan perhitungan coba-coba dan cara bujur sangkar dari pearson. Sedangkan cara linear programming biasanya digunakan pada perusahaan makanan yang besar dan instansi yang mempunyai fasilitas peralatan canggih serta keterampilan yang tinggi.
Untuk pelaksanaan teknik penyusunan ransum ini terlebih dahulu dipersiapkan daftar komposisi zat-zat nutrisi bahan-bahan pakan yang akan dipergunakan untuk menyusun ransum. Dengan mengalikan jumlah bahan pakan dengan kandungan zat-zat nutrisi masing-masing bahan, akhirnya dapat dihitung jumlah zat-zat nutrisi yang terkandung dalam ransum yang disusun dari bahan-bahan pakan tersebut.
Contoh teknik penyusunan ransum dengan cara bujur sangkar dari Pearson sebagai berikut. Seorang petani peternak ingin menyusun ransum ayam buras periode bertelur dengan kadar protein 14%. Bahan pakan yang digunakan jagung, dedak padi, menir, tepung ikan dan bungkil kedele.
Berdasarkan pengalaman jumlah bahan pakan yang digunakan berturut-turut dedak padi 50%, jagung 20%, dan menir 10% sehingga jumlah protein ketiga jenis pakan ini adalah :

o   Dedak        50%  =       50 x 10,2   = 5,10%
o   Jagung       20%  =       20 x 9,0     = 1,80%
o   Menir          10%  =       10 x 8,9     = 0,89%
Jumlah       80%                               = 7,79%
Kekurangan protein (14,0% - 7,79%) = 6,21% akan diperoleh dari tepung ikan (kandungan protein 53,9%) dan bungkil kedele 20%. Sehingga dalam campuran itu harus mengandung protein 6,21% dalam 0,2 bagaian atau 31% yang dalam sistem bujur sangkar proporsi tepung ikan dan bungkil kedele akan diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut :

Tepung        53,9                                        10,7 bagian tepung ikan
Ikan
                                     31

Bungkil
Kedele         41,7                                        22,9 bagian bungkil kedele


Jumlah                                                           33,6         




Untuk menghitung jumlah tepung ikan dan bungkil kedele dari campuran 20% ransum adalah sebagai berikut :
o   Tepung ikan                 =  10,7/33,6  x  20%  =   6,37%
o   Bungkil kedele    =  22,9/33,6  x  20%  = 13,63%
Berdasarkan data dari perhitungan di atas, susunan ransum dengan kandungan protein 14% untuk ayam buras periode bertelur terdiri dari dedak padi 50%, jagung 20%, menir 10%, tepung ikan 6,37% dan bungkil kedele 13,63%.
3.    Cara Pemberian Pakan
Faktor pemberian pakan ini juga berpengaruh dan memegang peranan terhadap keberhasilan usaha disamping faktor-faktor lain. Dengan cara dan jumlah pemberian pakan yang tepat, maka kemungkinan banyaknya pakan yang terbuang dapat ditekan serendah mungkin.
Waktu dan jenis pakan jangan diubah-ubah kalau tidak perlu, karena sangat memengaruhi penampilan (produksi) ayam buras yang dipelihara. Untuk menghindari terbuangnya pakan, pada umumnya pemberian pakan dapat dilakukan 3-4 kali dalam satu hari, walaupun hal ini tergantung kepada beberapa faktor antara lain, umur ayam, tujuan pemeliharaan dan kondisi setempat. Bentuk pakan yang diberikan pada umumnya adalah berbentuk halus, butiran, butiran dan halus, bentuk pelet.
V.     PEMULIABIAKAN AYAM BURAS
Kenyataan menunjukkan bahwa penampilan produktivitas ayam buras baik pertumbuhan maupun produksi telur sampai saat ini masih relatif rendah dan sangat bervariasi. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan produktivitasnya melalui peningkatan mutu genetik dengan teknik pemulia-biakan disamping upaya perbaikan pakan dan pengelolaan.
Teknik perbaikan mutu genetik ayam buras sangat jauh ketinggalan dibandingkan dengan ayam ras yang sudah mengalami kemajuan teknologi dan terus ditingkatkan. Hal ini terlihat dari manifestasi produksi pembibitan ayam ras yang telah mencapai jutaan ekor anak ayam ras per satuan waktu tertentu yang homogen dengan penampilan produktivitas relatif baik. Keadaan ini tidak diperoleh begitu saja, tetapi adalah dengan beberapa upaya yang memakan waktu yang cukup lama dan biaya besar.
Prinsip pemuliabiakan ayam buras sama dengan ayam ras, masalahnya upaya tersebut harus ditunjang dana yang cukup serta kontinuitas penanganan yang berkesinambungan. Teknologi pemuliabiakan yang dapat dilakukan untuk peningkatan mutu genetik ayam buras ini yang paling sederhana, anatar lain (1) seleksi terhadap sifat-sifat yang dikehendaki dan (2) kawin silang (upgrading).
Apabila produksi danging yang menjadi tujuan utama dari suatu usaha ternaka ayam buras, teknik paling sederhana yang dapat dilakukan adalah mengawinkan ayam buras betina dengan ayam jantan ras tipe pedaging. Upaya ini diikuti dengan seleksi terhadapa sifat-sifat yang dikehendaki yakni pertumbuhan yang cepat dari populasi ayam hasil persilangan tersebut. Seleksi ini harus dilakukan secara terus menerus pada tiap-tiap generasi dan hati-hati jangan sampai terjadi perkawinan antara sesama satu keturunan. Dengan upaya yang terus menerus tanpa terputus, diharap keluaran akhir adalah terbentuknya bangsa/jenis baru ayam buras khusus untuk produksi daging.
Selanjutnya, kalau tujuan utama untuk produksi telur upaya perkawinan antara ayam buras betina dengan pejantan ayam ras tipe petelur yang diikuti upaya seleksi terhadap sifat bertelur banyak dari populasi ayam hasil persilangan yang diperoleh.
Perlu diperhatikan, adalah tindak lanjut upaya teknik pemuliabiakan yang dilakukan yaitu dipenuhinya persyaratan yang dilakukan bagi ayam buras sebagai hasil pemuliabiakan, antara lain haru siikuti dari aspek pakan dan pengelolahan sesuai dengan kondisi lingkungan. Keadaan ini perlu untuk menunjang peningkatan mutu genetik yang telah diperoleh agar diikuti peningkatan penampilan produktivitas dari ayam tersebut. Dengan demikian upaya pelaksanaan teknologi pemuliabiakan yang tidak ditunjang persyaratan yang diperlukan tidak akan dapat memberikan hasil yang diharapkan.
Perbaikan mutu genetik ayam buras dengan cara seleksi dengan upaya memilih ayam-ayam yang berproduksi tinggi merupakan cara yang lebih tepat untuk dapat dilaksanakan walaupun memakan waktu yang cukup lama. Pelaksanaan ini harus benar-benar ditunjang oleh sumberdaya dana yang cukup disamping keterampilan yang tinggi.
VI.    PENCEGAHAN PENYAKIT
Penanganan yang tepat terhadap faktor bibit, pakan dan pengelolaan suatu usaha ternak ayam buras merupakan suatu langkah menuju keberhasilan usaha tersebut. Karena dengan upaya ini, terpenuhi pula usaha pencegahan penyakit yang mungkin timbul pada ayam buras yang dipelihara. Mencegah timbulnya penyakit merupakan suatu upaya yang tepat dan murah serta bijaksana daripada upaya pengobatan.
Aspek pencegahan penyakit yang terpenting antara lain adalah pelaksanaan (1) program sanitasi sebelum dan selama pemeliharaan ternak, (2) program vaksinasi yang teratur dan (3) pencegahan terhadap tekanan lingkungan.
Program sanitasi lingkungan kandang tempat memelihara ayam buras dan kandang itu sendiri hasrus dilaksanakan secara teratur. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain (1) kebersihan lingkungan kandang itu sendiri harus disucihamakan sebelum diisi dengan ayam termasuk kebersihan kandang selama pemeliharaan ternak, (2) letak kandang, (3) peralatan kandang, seperti tempat makanan dan minuman yang bersih, (4) kandang dengan lantai litter perlu mengganti bahan litter tersebut satu kali setiap minggu, (5) kandang lantai kawat berkolong, perlu upaya penaburan kapur atau sekam untuk mencegah kotoran ayam jangan sampai basah/becek serta membersihkannya.
Pelaksanaan program vaksinasi yang teratur sangat dituntut dalam suatu usaha ternak (ayam buras) untuk mendapatkan hasil yang baik. Dari beberapa program vaksinasi untuk ayam buras yang terpenting adalah vaksinasi terhadap penyakit tetelo atau New Castle Disease (ND).
Vaksinasi terhadap penyakit tetelo dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin ND. Vaksin ND ini ada dua macam, yaitu (1) vaksin ND aktif mengandung virus hidup, tetapi tidak membahayakan bagi ayam yang divaksinasi, (2) vaksin ND inaktif (virusnya sudah mati), sehingga kekuatan kekebalnnya lebih rendah daripada vaksin ND aktif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan vaksinasi, antara lain (1) ayam-ayam yang akan divaksinasi harus sehat, (2) pelaksanaan vaksinasi jangan kena sinar matahari atau panas lampu, (3) vaksin terlebih dahulu diaduk sampai rata dengan pelarut yang digunakan, (4) jarum suntik yang dipergunakan harus steril dan jangan sampai ada alkohol yang menempel (harus kering), (5) vaksin jangan sampai tumpah ke tanah/lantai kandang, (6) transportasi vaksin dari sumbernya sampai lokasi/tempat pemeliharaan (penyimpanan vaksin dalam termos es) dan (7) jangan sampai ada ayam dari populasi yang diprogramkan yang ketinggalan tidak divaksin.
Cara vaksinasi yang dapat ditempuh, antara lain (1) dengan suntikan, (2) melalui air minum, (3) melalui tetes mata, hidung dan mulut, (4) menggunakan semprotan. Pemilihan cara mana yang dipergunakan untuk vaksinasi banyak faktor yang perlu diperhatikan, seperti pengadaan vaksin, umur ayam yang dipelihara, keterampilan pelaksana, tujuan dan sistem pemeliharaan. Prinsipnya pelaksanaan vaksinasi tersebut harus teratur, tepat, teliti dan sesuai dengan petunjuk penggunaan setiap jenis vaksin yang bersangkutan. Vaksin lebih baik dilakukan sesering mungkin yakni setiap 2,5 bulan sekali. Demikian juga penggunaan jumlah/dosis vaksin yang dipergunakan harus sesuai dengan petunjuk yang sudah tertera dalam kemasan vaksin tersebut.
Sebagai pegangan program vaksinasi ayam buras dapat dilihat pada data seperti yang disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8.   Program Vaksinasi Ayam Buras1)
Periode
Vaksinasi
Umur ayam
Jenis
Vaksin
Dosis dan aplikasi
Pertama
1-4 hari
Strain F atau Lasota
Satu tetes lewat mata
Kedua
3-4 minggu
Strain F atau Lasota
Satu tetes lewat mata
Ketiga
2-3 bulan
Kumarov atau Lasota
0,5 dosis suntikan otot (intra musculer)
Keempat
5-6 bulan
Kumarov atau Lasota
Satu dosis suntikan otot (intra musculer)
Kelima
Diulang 3-4 bulan kemudian
Kumarov atau Lasota
Satu dosis suntikan otot (intra musculer)
1) Informasi Teknis Peternakan, Puslitbang Peternakan, 1990
Disamping pelaksanaan program sanitasi dan vaksinasi seperti telah diuraikan di atas, pencegahan terhadap tekanan lingkungan perlu dilakukan penanganan yang teliti dan tepat. Tekanan lingkungan terhadap ayam antara lain dapat berbentuk (1) suhu udara di dalam dan di luar kandang yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, (2) keadaan lingkungan yang pengap (sesak), bau busuk dan konsentrasi amonia yang tinggi, (3) keadaan dan kualitas pakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan kebutuhan ayam, (4) keadaan pengelolaan yang tidak serasi, (5) akibat vaksinasi yang tidak tepat serta (6) keributan yang diakibatkan suara dan bunyi yang berisik atau mengagetkan.
Penanganan yang tepat terhadap tekanan lingkungan ini harus diupayakan serta dicegah dengan perbaikan-perbaikan sedemikian rupa agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan dapat tercapai. Apabila tekanan lingkungan ini tidak dapat dicegah dengan upaya tersebut di atas, usaha yang dapat ditempuh adalah dengan mencampur antibiotika ke dalam ransum dan/atau air minum. Antibiotika ini ada yang mengandung antibiotika saja dan ada antibiotika dengan vitamin serta antibiotika dengan vitamin dan zat-zat lainnya seperti misalnya asam-asam amino esensial.
Pencegahan dan penanganan terhadap penyakit pada ayam buras, diuraikan secara lebih lengkap dalam bab lain yang khusus membicarakan masalah penyakit pada ayam buras.



VII.  KESIMPULAN
Dari uraian dan informasi di atas, dapat diambil beberapa keimpulan sebagai berikut :
1.        Ayam buras merupakan salah satu komoditas ternak yang mempunyai potensi cukup tinggi sebagai penghasil telur dan daging.
2.        Ditingkat petani peternak ayam buras sangat potensial antara lain sebagi sumber pendapatan (cash income) disamping sumber protein hewani bagi kebutuhan keluarga.
3.        Produktivitas ayam buras dapat ditingkatkan melalui peningkatan teknologi budidayanya, yakni (1) penanganan yang baik dan tepat terhadap pengelolaan termasuk pemeliharaan dan pencegahan penyakit, (2) pengadaan dan pemberian pakan yang cukup kuantitas serta kualitas dengan tepat, (3) pengadaan dan pemilihan bibit ayam buras yang baik dan sehat serta dari turunan ayam buras yang baik dan sehat pula.
4.        Pelaksanaan program sanitasi dan program vaksinasi (terutama vaksinasi pencegahan penyakit tetelo (ND) serta pencegahan terhadap tekanan lingkungan tempat/lokasi pemeliharaan ayam buras dengan teratur dan tepat merupakan salah satu upaya untuk mencapai keberhasilan usaha ternak ayam buras.
READ MORE