TEKNOLOGI
BUDIDAYA AYAM BURAS
Oleh :
Ir. H. Muhammad Syahrir, MP
I.
PENDAHULUAN
Ayam buras ( ayam bukan ras ), dahulu disebut ayam kampung dan/atau ayam sayur adalah ayam
lokal yang terdapat di Indonesia. Ayam buras ini telah lama dipelihara terutama
di daerah pedesaan dan merupakan salah satu kekayaan nasional yang dimiliki
rakyat (petani peternak). Kegunaan ayam buras ini bukan saja sebagai penghasil
daging dan telur,
juga tidak kalah pentingnya tentang kebagusan suaranya dan keelokan bulunya.
Dengan demikian ayam buras dapat diharapkan sebagai sumber tambahan bagi
pendapatan (cash income) bagi petani peternak.
Perkembangan
populasi ayam buras ini, ternyata sampai saat ini belum
diikuti dengan peningkatan cara /teknik pengelolaan yang baik. Cara
pemeliharaan ayam buras ini pada umumnya masih dikelola secara ekstensif
tradisional dengan motivasi pemeliharaan yang berbeda-beda tergantung
lingkungan dan tingkat sosial
petani peternak. Keadaan ini ada
hubungannya dengan masih adanya hambatan dan masalah dalam usaha mengembangkan
ayam buras tersebut. Beberapa hambatan /masalah yang menonjol antara lain
rendahnya produksi telur (40-60) butir per tahun dengan rata-rata bobot 37,5 g per butir (Siregar dan
Sabrani, 1971) angka kematian yang relative
tinggi (68,5 %) terutama pada periode kecenderungan pemotongan ayam–ayam
muda yang belum berproduksi padahal usaha kearah pembibitan yang intensif belum
dilaksanakan, perkandangan
dan peralatan masih belum memenuhi persyaratan serta terbatasnya sumber daya
modal yang dimiliki petani peternak.
Tindakan
dan upaya meningkatkan peranan ayam buras tersebut melalui peningkatan
produktivitasnya dapat ditempuh, antara lain dengan melaksanakan
perbaikan, teknik
pengelolaan, pengadaan,
dan pemberian pakan yang cukup kualitas serta kuantitas, perbaikan system
perkandangan, perbaikan
mutu genetik, pencegahan
penyakit yang teratur. Untuk memanifestasikan upaya tersebut dan juga dalam
usahanya untuk mengembangkan ayam buras pemerintah telah mengambil suatu
kebijakan melalui pelaksanaan
intensifikasi ayam buras (INTAB) yang perlu didukung dengan masukan berupa
cara/teknik pengelolaan yang baik dan sesuai dengan agro ekosistem lokasinya.
Disamping
upaya dan penanganan secara teknis, pembinaan motivasi ke arah usaha
yang bernilai lebih ekonomis juga perlu dilakukan. Untuk itu program pembinaan
melalui penyuluhan perlu ditingkatkan untuk mencapai keberhasilan upaya
tersebut . Dengan demikian keserasian hubungan antara pembina di satu pihak dengan
yang dibina di lain pihak akan sangat berperan, dimana masukan
untuk mendapatkan pemecahan disamping guna penyempurnaan program pembinaan
selanjutnya.
II.
PENGENALAN DAN
JENIS AYAM BURAS
Pepatah
yang berbunyi “tidak kenal maka tidak sayang” pantas dan perlu dihayati.
Demikian halnya untuk setiap orang yang telah dan/atau mau memelihara serta
yang turut berkecimpung dalam pengembangan ayam buras tersebut. Keadaan ini sangat perlu agar segala upaya yang dilakukan untuk
perbaikan dan peningkatan produktivitas ayam buras tersebut dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Walaupun pemeliharaan ayam buras telah lama
dilakukan khususnya di daerah pedesaan, diharapkan jangan sampai timbul
anggapan bahwa memelihara ayam buras tersebut mudah dan sederhana. Anggapan ini
kurang tepat, karena usaha yang bernilai lebih ekonomis, sehingga peningkatan dan perkembangan ayam buras ini
dapat berjalan dengan baik. Kenyataan sampai sekarang teknik pemeliharaan ayam
buras ini dapat dikatakan baru sedikit atau bahkan sama sekali tidak mengalami
perubahan dari tahun ke tahun, karena cara pemeliharaan secara
ekstensif tradisional masih dominan.
Kenyataan
tersebut di atas menjadi cambuk bagi setiap individu terutama pemerintah untuk
selalu berupaya menangani dan memperhatikan perkembangan ayam buras ini. Hal
ini mengingat bahwa ayam buras ini sudah jelas mempunyai potensi dan nilai
positif untuk dikembangkan,antara lain melalui peningkatan komunikasi
pertemuan, perlombaan-perlombaan
disamping melakukan penelitian-penelitian
yang lebih terarah dan di dukung sumber daya termasuk sarana-prasarana
yang cukup dan baik, agar
cepat mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapkan.
Ada
beberapa jenis ayam lokal di Indonesia sampai saat ini yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan, antara lain:
1.
Ayam Sayur
Ayam lokal yang termasuk golongan ini adalah
popular dengan sebutan ayam kampong yang mempunyai peranan baik sebagai
penghasil daging maupun telur. Termasuk ayam sayur ini adalah ayam buras lokal
yang terdiri dari berbagai jenis dari berbagai daerah baik sebagai penghasil daging maupun telur
yang produktivitasnya belum terindentifikasi seperti misalnya ayam Cemani, ayam
sentul , ayam berkisar dan lain-lain.
2.
Ayam Kedu
Jenis ayam lokal ini berasal dari daerah Kedu
Kabupaten Temanggung Jawa tengah yang cukup potensial sebagai penghasil telur. Ayam Kedu ini
terdiri dari 2 jenis, yakni ayam Kedu Hitam dan Ayam Kedu putih. Perbedaan yang
menonjol dari kedua jenis ayam ini terletak pada warna bulu dan kakinya. Sesuai
dengan sifat yang dipunyai, pengembangan ayam kedu ini dapat diarahkan sebagai
penghasil telur.
3.
Ayam Pelung
Jenis ayam ini sudah lama dikembangkan sebagai
ternak peliharaan berupa hobi dan berasal dari
Cianjur Jawa Barat. Secara eksterior ayam pelung ini berukuran besar
dengan kaki panjang serta warna bulu yang beraneka ragam. Tetapi pada umumnya
mulai dari abu-abu sampai hitam.ayam
pelung saat di gemari orang dan sering di perlombakan karena dapat berkokok dengan
mengeluarkan suara yang panjang dan tinggi serta enak didengar sesuai dengan
fisiknya yang besar pengembangan ayam pelung ini dapat diarahkan sebagai penghasil daging.
4.
Ayam Nunukan
Ayam nunukan yang murni, kemungkinan besar
hanya terdapat di pulau tarakan dan pulau nunukankalimantan timur .menurut
sejarahnya ayam ini berasal dari bagian selatan daratan cina dan masuk ke pulau
tarakan sejak tahun 1922 dibawa oleh imigran cina melalui pulau tawau dan pulau
nunukan .ayam ini dipulu tarakan dikenal juga dengan sebutan ayam cina ,ayam
tawau atau ayam kebun.
Keadaan eksterior ayam ini sangat unik, antara laiN yaitu bahwa
ukuran badanya kecil dan pertumbuhan bulu yang lambat
dengan warna kuning kecoklat-coklatan (bervariasi dari warna muda sampai warna yang lebih gelap). ayam ini dapat
dikembangkan sebagai penghasil telur.
Tabel 1 dan 2 berikut ini memperlihatkan
produkvitas beberapa jenis ayam buras yang terdapat di Indonesia yang di
pelihara di bawah kondisi laboratorium.
Table
1. Rata-rata bobot badan 5 starin ayam
lokal dan ayam ras sampai umur 20 minggu.
Strain
|
Ayam Ras
|
Ayan Sayur
|
Kedu Hitam
|
Kedu Putih
|
Nunukan
|
Pelung
|
Jumlah (ekor)
|
200
|
200
|
200
|
200
|
200
|
200
|
Rata-rata
berat badan (gr)
|
||||||
4
minggu
|
200
|
148
|
165
|
140
|
151
|
161
|
8
minggu
|
686
|
370
|
313
|
404
|
423
|
370
|
12
minggu
|
914
|
706
|
575
|
739
|
665
|
669
|
16
minggu
|
1200
|
932
|
765
|
950
|
1010
|
1165
|
20
minggu
|
1573
|
1408
|
1480
|
1320
|
1203
|
1668
|
Tabel 2. Produksi Telur 5 Strain Ayam Lokal dan Ayam Ras
Strain
|
Ayam Ras
|
Ayan Sayur
|
Kedu Hitam
|
Kedu Putih
|
Nunukan
|
Pelung
|
Jumlah (ekor)
|
88
|
88
|
88
|
80
|
78
|
78
|
Umur pertama bertelur (hari)
|
150
|
151
|
138
|
170
|
153
|
165
|
Umur 40% produksi (hari)
|
174
|
164
|
166
|
202
|
186
|
193
|
Puncak produksi (%)
|
87
|
55
|
75
|
72
|
62
|
44
|
Produksi (henday) telur
|
259
|
151
|
215
|
197
|
182
|
119
|
Produksi (henhouse) %
|
66,3
|
37,1
|
54,8
|
49,6
|
46,3
|
28,4
|
Rata-rata berat telur (gr)
|
62,6
|
43,6
|
44,7
|
39,2
|
47,5
|
40,6
|
Rata-rata konsumsi pakan (gr/hr)
|
118
|
88
|
93
|
82
|
85
|
93
|
Gram makanan / gram telur
|
2,7
|
4,9
|
3,6
|
3,8
|
3,6
|
7,1
|
III.
PENGELOLAAN
AYAM BURAS
Pengelolaan merupakan salah satu aspek yang sangat
menentukan keberhasilan usaha ayam buras. Walaupun dengan mutu bibit yang baik
serta diikuti pemberian pakan yang cukup kualitas dan kuantitasnya, tidak akan
memberikan hasil yang baik, apabila dikelolah tidak sesuai dengan persyaratan yang
dibutuhkan. Dibawah ini diuraikan aspek pengelolahan yang meliputi aspek
perkandangan dan perlatan serta pemeliharaan ayam buras.
1.
Sistem
Perkandangan dan Peralatan Kandang
a.
Perkandangan
Perkandangan adalah salah satu diantara beberapa kegiatan pengelolahan yang
sangat perlu diperhatikan untuk mengurangi stress ayam yang dipelihara
didalamnya dan ikut menentukan keberhasilan usaha tersebut. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang, antara lain masalah biologis ternak
ayam yang akan menempati kandang seumur hidupnya, teknik pertukangan dalam
kaitannya dengan bentuk dan kualitas bahan serta masalah ekonomi yang
berhubungan dengan harga bahan kandang yang mampu dibayar kembali dari produksi
ayam yang dipelihara didalamnya.
Untuk itu, sebagai pegangan dalam pembangunan kandang dapat bertitik tolak
pada persyaratan yang dibutuhkan, yaitu atap tidak bocor, lokasi yang bebas
dari lalu lalang orang dan sarang tikus serta binatang lain, berada di tempat
kering dan tidak mudah tergenang air, ventilasi yang baik serta alas kandang
yang cukup tinggi agar mudah membersihkan dan mengumpulkan kotorannya untuk
dipergunakan sebagai pupuk.
Seperti telah diketahui tujuan pokok membuat kandang ditinjau dari aspek
biologi adalah untuk melindungi ayam dari suhu lingkungan yang tinggi dan
berfluktuasi, hujan tropis yang lebat serta angin langsung yang kencang.
Tetapi adanya kenyataan, kurangnya perhatian terhadap teknik dan
persyaratan yang diperlukan dalam pembuatan kandang ayam buras ini, menyebabkan
rendahnya produktivitas ayam buras tersebut sampai sekarang disamping
faktor-faktor lain. Peningkatan produksi ayam buras melalui perkandangan dapat
dilakukan dengan cara sederhana, tanpa mengganggu kenyamanan ayam yang tinggal
didalamnya tanpa merubah cara-cara beternak serta biaya sementara, tenaga,
maupun waktu yang tidak banyak, yaitu dengan cara membangun kandang sekaligus
pemagaran (ren) disekeliling kandang tersebut. Dengan demikian, ternak ayam
yang dipelihara lebih terkontrol termasuk dalam hal ini kontrol terhadap
kesehatan dan pencegahan penyakit serta kemungkinan hilang dan dimakan binatang
buas. Pemagaran ini tidak perlu permanen sesuai dengan kebutuhan dengan bahan
yang mudah didapat dan harganya murah, antara lain bambu, kayu reng serta pagar
hidup.
Agar ayam buras yang dipelihara didalam kandang tersebut nyaman, aspek
jumlah atau tingkat kepadatannya per satuan luas kandang juga perlu mendapat
perhatian. Sebagai pegangan untuk kotak indukan anak ayam setiap satu meter
persegi dapat dipelihara 10-20 ekor. Ayam muda/dara dapat dipelihara 16 ekor
untuk satu meter persegi, jumlah tersebut makin dikurangin pada saat menjelang
bertelur. Sedangkan ayam yang bertelur jumlahnya 6-8 ekor termasuk jantan untuk
tiap satu meter persegi. Untuk pemeliharaan ayam buras muda yang dilepas,
jumlah ayam permeter persegi dapat lebih dipadatkan sesuai dengan kondisi
lingkungan.
b.
Peralatan
Kandang
Peralatan kandang ini tergantung pada phase umur ayam yang dipelihara baik
jenis maupun ukurannya. Periode anak ayam perlu peralatan pemanas (brooder)
disamping tempat pakan dan air minum. Alat pemanas ini bisa dipergunakan lampu
teplok, lampu kapal atau lampu pijar listrik. Sedangkan tempat pakan dapat
dipergunakan dari bahan bambu, kayu, plastik dan seng (tidak berkarat), yang
penting ukurannya sesuai dengan umur ayam yang dipelihara. Selanjutnya tempat
air minum dapat digunakan botol plastik, seng, kaleng plastik kecil (bekas
tempat sabun).
Peralatan kandang untuk ayam muda dan yang bertelur berupa tempat pakan dan
air minuman prinsipnya sama, hanya disesuaikan dengan umur ayam tersebut.
Tenggeran ayam dan sangkar bertelur untuk ayam dewasa perlu disediakan sesuai
dengan kebutuhan. Kandang ayam baterai tidak memerlukan tenggeran dang sangkar
bertelur, karena baterai tersebut telah merupakan tempat tenggeran dan sangkar
bertelur. Luas sangkar telur tiap ekor ayam babon ayam buras tergantung dari bentuk sangkar yang
digunakan.
Sangkar bentuk kotak segi empat ukurannya 40cm (panjang) x 35cm (lebar) x
35cm (tinggi/dalam) dengan tinggi penempatannya dari lantai sekitar 50cm. Untuk
luas bentuk sangkar lainnya seperti bentuk bulat dengan alas rata dan bentuk
cekung atau berbentuk kerucut dapat disesuaikan dengan ayamnya.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, ternyata sangkar telur yang berbentuk
kerucut lebih baik daripada sangkar telur bentuk kotak.
Tabel 3. Pengaruh Konstruksi Sangkar Terhadap Daya Tetas, Kematian Embrio
Dan Tingkat Suhu Penetasan Ayam Buras
Parameter
|
Konstruksi sangkar
|
|
Kerucut
|
Kotak
|
|
Daya Tetas (%)
|
77,4
|
66,4
|
Embrio yang mati (%)
|
16,6
|
23,6
|
Tidak dibuahi (%)
|
5,0
|
10,0
|
Suhu :
-
Maksimum (oF)
-
Minimum (oF)
|
102,3 ± 1,3
83,5 ± 2,4
|
107,4 ± 1,0
82,2 ± 4,8
|
2.
Pemeliharaan
Ayam Buras
Sistim pemeliharaan ayam buras pada prinsipnya sama dengan ayam ras yaitu disesuaikan
dengan umur ayam. Akan tetapi pada umumnya cara pemeliharaan ayam buras jauh
lebih sederhana dibanding ayam ras disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
faktor kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya yang pada ayam buras tidak
perlu diragukan, sehingga tidak memerlukan perhatian seintensif ayam ras,
disamping kapasitas genetis yang memang rendah sehingga apapun usaha yang
dilakukan tidak akan menghasilkan produksi setinggi ayam ras. Tetapi bagaimanapun, usaha perbaikan tetap
perlu dilakukan untuk menghasilkan produktifitas yang maksimal sesuai dengan
kapasitas gemetik ayam buras tersebut.
Dibawah ini diuraikan cara-cara pemeliharaan yang disesuaikan dengan
kebutuhan ayam buras pada unit-unit tertentu.
a.
Pemeliharaan
Anak Ayam Buras
Untuk mendapatkan hasil yang baik, upaya yang harus dilakukan adalah
menekan tingkat kematian serendah mungkin.
Pada pemeliharaan tradisional, anak-anak ayam dibiarkan bersama
induknya, sehingga anak-anak itu dibawa kemana induknya pergi, hal mana akan
mengakibatkan pertumbuhan yang lambat serta tingkat kematian yang tinggi. Sistim pemeliharaan yang baik dan mudah
dilaksanakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mel;akukan
pemisahan anak ayam sesudah menetas dari induknya. Pada sistim pemeliharaan ini, perlu
disediakan kotak indukan yang dilengkapi dengan alat pemanas berupa lampu pijar
atau menggunakan tabung yang diisi air panas.
Pada prinsipnya anak ayam tersebut memerlukan tempat yang hangat sesuai
dengan kebutuhan tubuhnya untuk mempertahankan diri terhadap pengaruh
lingkungannya. Hal ini mudah dimengerti karena bulu anak ayam tersebut belum tumbuh
secara sempurna.
Dari hasil penelitian menunjukkan, ternyata pemisahan anak ayam buras dari
induknya menghasilkan tingkat produktifitas yang lebih baik daripada tidak
dipisahkan (Prasetyo dkk, 1985) sebagaimana disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Produksi telur, hari produksi dan hari istirahat
bertelur pada induk-induk ayam yang mengasuh dan tidak mengasuh anaknya.
Parameter
|
Perlakuan
|
||
A
|
B
|
C
|
|
Produksi telur/tahun (btr)
|
52
|
115
|
132
|
Hari produksi/tahun (hari)
|
108
|
220
|
240
|
Hari istirahat bertelur (hari)
|
257
|
145
|
125
|
Jumlah pakan yang dihabiskan selama mengeram (gram)
|
50,1
|
51,0
|
50,8
|
Gram pakan/gram telur (g/g)
|
5,4
|
4,5
|
4,9
|
Keterangan :
A = induk mengerami telur sampai menetas dan anak tidak
dipisah sampai lepas sapih
B = induk
mengerami telur sampai menetas dan anak dipisahkan setelah menetas.
C = induk mengeram
tidak diberi telur tetas.
b.
Pemeliharaan
Ayam Dara
Pada pemeliharaan ekstensif tradisional saat penyapihan
biasanya terjadi secara alamiah, yaitu induknya memayuk-matuk anaknya pertanda
agar anaknya segera memisahkan diri dan mencari
pakan sendiri. Sama halnya dengan
anak yang dipisahkan dari induknya, apabila alat pemanas tidak diperlukan lagi
didalam kotak indukan, berarti pada saat itu anak-anak ayam tersebut sudah
dapat dilepas untuk mencari makan sendiri.
Pelepasan anak ayam dari kandang indukan biasanya dapat dilakukan pada
saat anak ayam mencapai umur 6 minggu.
Tetapi perlu diperhatikan penyediaan kandang dan pakan mengingat bahwa pakan yang diperoleh setelah
dilepas belum tentu mencukupi kebutuhannya baik kuantitas maupun kualitas. Disamping itu pemberian pakan dengan kualitas
yang baik diharapkan dapat mempercepat umur dewasa kelamin/ pada pemeliharaan ekstensif tradisional
biasanya umur dewasa kelamin dicapai pada umur 8 bulan. Dengan adanya pemberian pakan tambahan
sesudah dilepas dari kotak indukan, dewasa kelamin bisa dicapai lebih awal.
c.
Pemeliharaan
Ayam buras Betina Dewasa
Pada pemeliharaan ayam buras betina dewasa yang dilakukan secara
tradisional, biasanya periode bertelur hanya 3 kali dalam setahun. Perincian waktu yang dibutuhkan adalah 2
minggu masa bertelur, 3 minggu mengerami telur ditambah 8 minggu mengasuh anak
serta 3 minggu lagi untuk memulihkan kondisi badannya untuk mulai bertelur
kembali, jumlah telur yanmg dihasilkan
seekor babon ayam buras dalam satu periode bertelur sangat bervariasi, yaitu
antara 7 sampai 20 butir dengan rata-rata 13 butir telur. Disinilah peranan upaya pemisahan anak dari
induknya, karena dapat memperpendek masa mengasuh anak, dengan demikian
frekwensi bertelur ayam buras dapat mencapai lebih dari 6 kali dalam satu
tahun. Disamping upaya memperbaaiki
teknologi pemeliharaan yang dapat mendukung perpanjangan masa bertelur, juga
adalah dengan pengambil;an telur secara teratur dan hati-hati dari sarang telur
untuk mengurangi telur lebih awal.
Pada pemeliharaan ayam buras betina dewasa ini yang perlu diperhatikan
adalah pemberian pakan yang cukup kwantitas dan kualitasnya, karena hal ini
sangat menentukan produksi telur.
Disamping itu pengadaan sangkar telur yang cukup dalam kandang juga
menentukan hasil produksi telur yang akan diperoleh.
3.
Sistem
Pemeliharaan Ayam Buras
Dari kenyataan yang dapat dilihat pada usaha ternak ayam buras, ternyata sampai saat ini
pada umumnya tehnik pemeliharaannya sebagian besar masih dilaksanakan secara
ekstensif tradisional. Tetapi dibeberapa daerah, pemeliharaan ayam buras sudah
dilaksanakan secara intensif, walaupun belum sepenuhnya didukung dengan
teknologi yang sesuai dengan sistem tersebut. Pemilihan sistem pemeliharaan
yang akan diterapkan pada usaha ternak ayam buras sangat menentukan
keberhasilan usaha tersebut. Untuk itu setiap petani peternak yang berkecimpung
pada usaha ternak ayam buras, dalam memilih sistem pemeliharaan dapat
menggunakan pedoman, yakni sejauh mana hasil atau imbalan jasa dapat diperoleh
dari sistem pemeliharaan yang diterapkan.
Hasil atau imbalan jasa ini tergantung pada beberapa hal,
antara lain mutu atau kemampuan genetis ayam buras yang dipelihara, pakan yang
diberikan dan pengelolaan termasuk pemeliharaan. Berikut ini diuraikan beberapa
alternatif sistem pemeliharaan ayam buras yang dapat dipertimbangkan untuk
dilaksanakan.
a.
Pemeliharaan
secara tradisional
Sistem pemeliharaan ini adalah dengan melepas ayam buras
berkeliaran dan mencari makanan sendiri. Dengan demikian petani peternak kurang
memperhatikan aspek teknis dan perhitungan keadaan lingkungan sebagai tempat
mencari pakan untuk memenuhi kebutuhan ayam buras tersebut. Pemeliharaan dengan
cara ini adalah bersifat sambilan, artinya para petani peternak tidak
menyediakan secara khusus input pakan dan perkandangan untuk ayam buras yang
dimiliki. Walaupun demikian, ada juga petani yang memberikan pakan tambahan
berupa dedak dan sisa-sisa makanan, tetapi tidak dilakukan secara teratur.
Perkandangan kurang diperhatikan, hanya seadanya seperti dikolong rumah, di
samping dapur dan malah tidak sedikit yang membiarkan ayamnya bertengger di
dahan pohon-pohonan pada waktu malan hari. Pemeliharaan dengan sisteem ini
mempunyai dampak negatif, antara lain sering terjadinya serangan/gangguan
binatang buas dan ayam yang hilang serta hambatan pelaksanaan vaksinasi
ND. Dampak akhir penggunaan sistem
pemeliharaan ini mengakibatkan produktifitas ayam buras yang dipelihara rendah,
walaupun manfaat pemeliharaan tersebut bagi petani peternak masih cukup
berarti. Sistem pemeliharaan ini kalau masih dipertahankan hanya dapat
dianjurkan bagi tempat yang masih jarang penduduknya dan pola pertaniannya
belum intensif. Sebagai gambaran produktivitas ayam buras yang diperoleh pada
kondisi pemeliharaan tradisional dapat dilihat pada data yang disajikan.
Tabel 5.
Produktivitas ayam buras yang dipelihara secara tradisional
Uraian
|
Produktivitas
|
Produksi telur (butir/th)
Daya tetas (%)
Saat bertelur lagi setelah
mengeram (hari)
Frekuensi bertelur (x/th)
Mortalitas (%)
Bobot badan umur 6 minggu (g)
|
29 1)
72 2)
73 1)
3 1)
56.0 1)
140 2)
|
Sumber : 1)
Laporan Bulanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Tahun II Pelita
V, 1990. 2) Kingstone (1997)
b.
Pemeliharaan
secara semi intensif
Pada sistem pemeliharaan ini, ayam buras telah dipelihara
dengan penyediaan kandang terutama untuk anak ayam sampai umur 6-8 minggu yang
dipisah dari induknya sejak menetas. Selama pemisahan ini, anak ayam dipelihara
secara intensif dan diberi pakan yang baik (ransum komersil atau buatan
sendiri). Setelah umur tersebut di atas ayam dilepas dan diberi pakan tambahan
sekitar 25 persen dari kebutuhan per ekor per hari. Di sekeliling kandang
tempat berkeliaran ayam disarankan dibuat pagar sehingga untuk saat-saat
tertentu ayam dapat dikurung. Disamping untuk memudahkan kontrol dan
menghindarkan pengrusakan tanaman serta memakan bahan-bahan yang mengandung
racun. Kandang selalu dilengkapi dengan peralatannya seperti sangkar telur,
tempat makanan dan minuman serta tempat bertengger.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, jelas kelihatan
manfaat pemeliharaan secara semi intensif tersebut sebagaimana dapat dilihat
pada data yang disajikan dalam tabel 6.
Tabel 6. Input dan output pemeliharaan ayam buras di desa Pengradin,
Kabupaten Bogor
Uraian
|
Awal
Penelitian
|
Setelah Penelitian
|
|
Semi intensif
( n=8 )
|
Intensif
( n=3 )
|
||
Input ( Rp. )
Output ( Rp. )
Pendapatan ( Rp.)
Pendapatan per ekor ( Rp.)
Rasio I/0
|
2.830,-
4.285,-
1.455,-
81,-
0.66
|
9.495,-
26.220,-
16.725,-
796,-
0.36
|
23.923,-
57.292,-
33.368,-
388,-
0.42
|
Sumber : Laporan Bulanan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan Tahun II Pelita V , 1990
Keterangan : Rataan pemeliharaan per petani peternak :
-
Awal
penelitian 18 ekor
-
Semi intensif
21 ekor
-
Intensif 86
ekor
c.
Pemeliharaan
secara intensif
Sistem ini tidak jauh berbeda dengan sistem semi
intensif, hanya berbeda dalam hal pengadaan pakan, yakni pada pemeliharaan
intensif secara penuh harus disediakan untuk kebutuhan ayam buras yang
dipelihara ( ± 100 g/ ekor/ hari ). Disamping itu
pemeliharaan lainnya mengharuskan para petani peternak untuk terus menerus menangani usahanya, karena aspek ekonomi
lebih ditekankan mengingat masukan yang diberikan cukup banyak. Ayam yang
dikandangkan terus menerus menuntut penanganan yang lebih teliti, antara lain
perhatian untuk pemberian tambahan vitamin dan mineral, karena ayam-ayam
tersebut tidak mendapat kesempatan untuk mencari sendiri.
Produktivitas ayam buras mengalami peningkatan dengan
penggunaan sistem intensif ini. Ayam-ayam betina dewasa tidak diberikan
kesempatan untuk mengerami telurnya, dengan demikian telur-telur untuk
ditetaskan dierami oleh induk ayam-ayam yang khusus dipelihara sebagai penetas
telur.
Sistem pemeliharaan intensif masih belum begitu
memasyarakat, karena kalau hanya mengandalkan pemberian pakan komersil yang
harganya cukup mahal adalah kurang menguntungkan. Hal ini mengingat karena
kemampuan genetis ayam buras untuk menghasilkan telur adalah rendah
dibandingkan dengan ayam ras.
Untuk itu para petani peternak yang menggunakan sistem
intensif, perlu mengadakan manipulasi penyusunan ransum dengan menggunakan
bahan-bahan pakan yang harganya lebih murah (seperti harga bahan-bahan pakan
lokal). Yang perlu diperhatikan adalah zat-zat makanan yang terkandung
didalamnya terutama kandungan protein (minimal 14%) dan energi metabolis 2600
kkal/kg). Disamping itu perlu penambahan hijauan sebagai sumber vitamin yang
harus diberihkan dan diberikan kepada ayam yang dipelihara. Dari segi jenis
lantai kandang yang dipergunakan dikenal tiga sistem perkandangan, yaitu lantai
litter (litter floor), lantai kawat (wire floor) dan lantai slat (slat floor).
Ketiga jenis sistem lantai kandang ini masing-masing mempunyai keuntungan dan
kerugian dan sama-sama memungkinkan untuk dipergunakan untuk pemeliharaan ayam
buras. Sampai saat ini untuk pemeliharaan ayam buras yang banyak digunakan
adalah sistem baterai dengan lantai bambu. Pemilihan sistem ini terutama
dimaksudkan untuk mengefisienkan penggunaan lahan disamping memudahkan kontrol
pemeliharaan. Dengan penggunaan sistem ini kotoran ayam dengan mudah dapat
jatuh ke kolong kandang yang selanjutnya dapat dikumpulkan dan dipergunakan
untuk pupuk. Untuk pemeliharaan ayam buras dengan sistem ini, yang juga perlu
diperhatikan adalah pemberian tambahan mineral dan vitamin. Hal ini mengingat,
bahwa ayam buras yang dipelihara dengan sistem perkandang ini hanya
mengharapkan masukan pakan yang diberikan petani peternak. Dengan demikian
diharapkan ayam-ayam yang dipelihara dapat berproduksi dengan baik dalam waktu yang
cukup lama.
IV.
PAKAN AYAM
BURAS
Ransum adalah salah satu faktor masukan (input) yang sangat menentukan keberhasilan usaha
ternak ayam, karena biaya ransum ini merupakan komponen biaya terbesar sekitar
60% dari biaya produksi usaha tersebut. Untuk itu setiap petani peternak yang
mengharapkan hasil yang baik, harus memberikan perhatian terhadap pakan yang
diberikan kepada ternak yang dipelihara baik dari segi kuantitas maupun
kualitas, artinya pakan yang harus mengandung zat-zat nutrisi yang cukup dan sesuai
dengan kebutuhan ayam yang dipelihara.
Pada kenyataan, sampai sekarang patokan kebutuhan zat-zat nutrisi untuk
ayam buras belum ada yang mantap. Dengan demikian, setiap petani peternak masih
menggunakan susunan (formula) yang berbeda-beda tergantung pada tersedianya
bahan-bahan pakan yang dilokasinya serta biaya yang dimiliki. Lain halnya
dengan usaha ternak ayam ras yang sudah mempunyai teknologi mapan dalam hal
pengadaan pakan dengan kandungan zat-zat nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan
ayam yang dipelihara. Adanya teknologi tentang patokan kebutuhan zat-zat
nutrisi ayam ras ini sangat membantu pengadaan dan penyusunan ransum ayam buras
walaupun masih tingkat upaya, melalui penelitian-penelitian seperti pengujian
(adopsi) untuk mendapatkan dan membuat suatu patokan kebutuhan ayam buras.
Selanjutnya dalam uraian berikut, akan dicoba menjelaskan aspek kebutuhan
zat-zat nutrisi jenis bahan-bahan pakan, prinsip penyusunan ransum dan cara
pemberian pakan ayam buras.
1.
Kebutuhan
Zat-Zat Nutrisi Ayam Buras
Setelah
anak ayam buras menetas, segala kebutuhan pakan tergantung dari zat-zat nutrisi
yang tergantung di dalam pakan yang diberikan.
Dengan demikian ransum yang disusun harus bermutu baik artinya
mengandung zat-zat nutrisi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan ayam serta
harga yang semurah mungkin. Zat-zat
nutrizi ini diperlukan antara lain untuk kebutuhan hidup pokok yakni untuk
kelangsungan hidup dan proses biologis dalam tubuh serta untuk kebutuhan
produksinya. Kebutuhan zat-zat nutrisi
ini trgantung pada umur ayam, sistem dan tujuan pemeliharaan.
Secara garis besarnya, zat-zat
nutrisi yang dibutuhkan ayam buras prinsipnya sama dengan yang dibutuhnak ayam
ras, yaitu terdiri dari protein, energi, vitamin, mineral dan air. Perbedaannya terletak pada jumlam
pemberiannya, karena kemampuan genetis dan produksi serta efisiensi penggunaan
pakan ayam buras jauh lebih rendah dari pada ayam ras. Dengan demikian penerapan seratus persen teknologi
pemberian pakan ayam ras terhadap
ayam buras adalah tidak efisien. Keadan ini dapat dimengerti, karena dengan
pemberian pakan yang harganya relatif mahal tidak dapat diimbangi hasil
produksi berupa telur dan daging dari
ayam buras yang dipelihara.
Untuk mencari patokan kebutuhan zat
– zat nutrisi bagi ayam buras telah banyak dilakukan berbagai upaya penelitian.
Penelitian ayam dilakukan, antara lain memanipulasi susunan (formula) ransum, penggunaan bahan – bahan pakan
lokal dan sisa – sisa hasil pertanian.
Hasil penelitian Resnawati dkk. (1988), menunjukkan bahwa pemberian pakan
yang mengandung tingkat protein 14 persen dan energi metabolis (2600-2900)
kkal/kg kepada ayam buras periode pertumbuhan yang dipelihara secara intensif
sudah cukup menunjang pertumbuhan. Laporan hasil penelitian Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan (1990), ayam buras nunukan yang dipelihara secara
intensif di laboratorium dengan pemberian pakan yang mengandung protein 18%
serta energi metabolis 2600 kkal/kg selama pertumbuhan (5-16) minggu memberikan
keuntungan yang lebih baik (Tabel 7).
Tabel 7. Penampilan
ayam buras Nunukan per ekor per minggu selama pertumbuhan (5-16) minggu
Tingkat
|
Konsumsi ransum
(g)
|
Pertambahan bobot badan
(g)
|
Konversi ransum
(g)
|
Mortalitas
(%)
|
|
Protein
(%)
|
Energi
(kkal/kg)
|
||||
16
|
2600
|
465 , 5
|
91 , 8
|
5 , 57
|
2 , 1
|
16
18
18
|
2900
2600
2900
|
478 , 3
475 , 0
436 , 3
|
94 , 0
104 , 8
88 , 1
|
5, 36
4 , 90
5 , 40
|
2 , 1
0
0
|
Pemberian pakan kepada lima jenis ayam buras yang
dipelihara secara intensif di laboratorium (Tabel 1 dan 2) dengan kandungan protein
pada periode starter (0-6 minggu) dan grower (6-20 minggu) serta periode layer
(>20 minggu) berturut-turut 20 persen, 16 persen dan 17 persen, ternyata
menghasilkan penampilan yang lebih tinggi daripada ayam sayur pada kondisi
pedesaan (Creswell dan Gunawan, 1982).
Pada pemeliharaan ayam buras yang telah dilakukan petani
peternak secara semi intensif juga belum mempunyai patokan kebutuhan zat-zat
nutrisi yang sesuai dengan kemampuan untuk produksi optimal. Penerapan
kebutuhan zat-zat nutrisi ayam buras pada pemeliharaan secara intensif yang
diperoleh dari hasil penelitian walaupun belum merupakan suatu patokan yang
baru dapat dilakukan pada pemeliharaan secara semi intensif. Perbedaannya
terletak pada jumlah pemberian pakan, yaitu jumlah pemberian yang lebih rendah
pada pemeliharaan secara semi intensif ayam buras telah mendapat sebagian pakan
dari lingkungannya walaupun jenis dan jumlahnya belum dapat diidentifikasi
secara tepat. Tetapi pada periode pertumbuhan kebutuhan zat-zat nutrisi baik
kuantitas maupun kualitas prinsipnya adalah sama pada sistem pemeliharaan semi
intensif dan intensif.
Pengadaan pakan termasuk zat-zat nutrisi yang terkandung
didalamnya juga harus sesuai dengan umur ayam buras yang dipelihara. Anak ayam
buras umur 1 hari sampai 12 minggu membutuhkan pakan yang berkualitas baik
terutama kandungan protein dan energi untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik
pula. Disamping kualitasnya, bentuk pakan yang lebih halus serta cara pemberian
yang terus (ad libitum) juga faktor
yang perlu diperhatikan pada anak ayam tersebut. Demikian juga air minum yang
diberikan harus bersih dengan jumlah serta cara pemberian yang terus menerus (ad libitum).
Ayam dara (umur 12-20 minggu) yang mempunyai laju
pertumbuhan yang cepat harus diimbangi dengan pemberian pakan yang sesuai
terutama imbangan protein dengan energi. Bentuk dan ukuran fisik pakan untuk
ayam dara lebih kasar daripada pakan anak ayam. Pada periode ini yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana agar supaya ayam tersebut jangan terlalu gemuk
atau terlalu kurus kalau kita akan mengharapkan produksi telur.
Selanjutnya pada periode bertelur, yakni mulai umur 20
minggu ke atas, pakan termasuk zat-zat nutrisi yang terkandung didalamnya
sebagian besar digunakan untuk produksi telur. Untuk ini kuantitas dan kualitas
pakan serta kontinuitas pengadaannya sangat mempengaruhi produksi telur. Dengan
demikian sekali-kali jangan mengganti atau mengubah jenis pakan kalau tidak
perlu karena hal ini dapat mengakibatkan penurunan produksi telur. Apabila
petani peternak terpaksa melakukan perubahan jenis pakan yang akan diberikan
sebaiknya dilakukan dengan cara bertahap sampai seluruhnya diganti.
2.
Penyusunan
Pakan Ayam Buras
Prinsip penyusunan ransum untuk ayam buras sama dengan
ayam ras, yakni membuat suatu susunan/formula ransum dengan kandungan zat-zat
nutrisi sesuai dengan kebutuhan ayam untuk memperoleh hasil berupa daging dan
telur seperti yang diharapkan. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan ransum ayam buras antara lain (1) umur, (2) harga
dan kontinuitas pengadaan bahan-bahan pakan termasuk zat-zat nutrisi yang
terkandung didalamnya, (3) sistem dan tujuan pemeliharaan, (4) penentuan
imbangan protein dengan energi.
Langkah selanjutnya adalah penentuan jenis dan jumlah
kuantitatif bahan-bahan pakan dari hasil pertanian dan hasil ikutannya serta
berasal dari hewan dan hasil ikutannya. Bahan-bahan pakan ini, antara lain
jagung, dedak padi, tepung ikan, bungkil-bungkilan ( berasal dari kacang-kacangan),
tepung tulang.
Dengan kemajuan teknologi bidang makanan telah banyak
diproduksi konsentrat komplit dengan kandungan gizi tinggi. Kenyataan ini telah
banyak dimanfaatkan petani peternak dengan pakan yang banyak terdapa di
lokasinya dengan perbandingan pemakaian tertentu. Hal ini sangat praktis, hanya
bagi petani peternak yang relstif sulit mendapatkan konsentrat tersebut juga
mengalami kesulitan untuk melaksanakannya.
Teknik penyusunan ransum yang dapat digunakan sampai saat
ini ialah (1) perhitungan coba-coba (trial and error), (2) cara bujur sangkar
dari pearson (square method pearson), dan (3) linear programming. Ditingkat
petani peternak masih banyak menggunakan perhitungan coba-coba dan cara bujur
sangkar dari pearson. Sedangkan cara linear programming biasanya digunakan pada
perusahaan makanan yang besar dan instansi yang mempunyai fasilitas peralatan
canggih serta keterampilan yang tinggi.
Untuk pelaksanaan teknik penyusunan ransum ini terlebih
dahulu dipersiapkan daftar komposisi zat-zat nutrisi bahan-bahan pakan yang
akan dipergunakan untuk menyusun ransum. Dengan mengalikan jumlah bahan pakan
dengan kandungan zat-zat nutrisi masing-masing bahan, akhirnya dapat dihitung
jumlah zat-zat nutrisi yang terkandung dalam ransum yang disusun dari
bahan-bahan pakan tersebut.
Contoh teknik penyusunan ransum dengan cara bujur sangkar
dari Pearson sebagai berikut. Seorang petani peternak ingin menyusun ransum
ayam buras periode bertelur dengan kadar protein 14%. Bahan pakan yang
digunakan jagung, dedak padi, menir, tepung ikan dan bungkil kedele.
Berdasarkan pengalaman jumlah bahan pakan yang digunakan
berturut-turut dedak padi 50%, jagung 20%, dan menir 10% sehingga jumlah
protein ketiga jenis pakan ini adalah :
o Dedak 50% = 50
x 10,2 = 5,10%
o Jagung 20% = 20
x 9,0 = 1,80%
o
Menir 10% = 10
x 8,9 = 0,89%
Jumlah 80% = 7,79%
Kekurangan protein (14,0% - 7,79%) = 6,21% akan diperoleh
dari tepung ikan (kandungan protein 53,9%) dan bungkil kedele 20%. Sehingga
dalam campuran itu harus mengandung protein 6,21% dalam 0,2 bagaian atau 31%
yang dalam sistem bujur sangkar proporsi tepung ikan dan bungkil kedele akan
diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut :
Tepung 53,9 10,7
bagian tepung ikan
Ikan
31
Bungkil
Kedele 41,7 22,9
bagian bungkil kedele
Jumlah 33,6
Untuk menghitung jumlah tepung ikan dan bungkil kedele
dari campuran 20% ransum adalah sebagai berikut :
o Tepung ikan = 10,7/33,6
x 20% =
6,37%
o Bungkil kedele = 22,9/33,6
x 20% = 13,63%
Berdasarkan data dari
perhitungan di atas, susunan ransum dengan kandungan protein 14% untuk ayam
buras periode bertelur terdiri dari dedak padi 50%, jagung 20%, menir 10%,
tepung ikan 6,37% dan bungkil kedele 13,63%.
3.
Cara
Pemberian Pakan
Faktor pemberian pakan ini juga berpengaruh dan memegang
peranan terhadap keberhasilan usaha disamping faktor-faktor lain. Dengan cara
dan jumlah pemberian pakan yang tepat, maka kemungkinan banyaknya pakan yang
terbuang dapat ditekan serendah mungkin.
Waktu dan jenis pakan jangan diubah-ubah kalau tidak
perlu, karena sangat memengaruhi penampilan (produksi) ayam buras yang
dipelihara. Untuk menghindari terbuangnya pakan, pada umumnya pemberian pakan
dapat dilakukan 3-4 kali dalam satu hari, walaupun hal ini tergantung kepada
beberapa faktor antara lain, umur ayam, tujuan pemeliharaan dan kondisi
setempat. Bentuk pakan yang diberikan pada umumnya adalah berbentuk halus,
butiran, butiran dan halus, bentuk pelet.
V.
PEMULIABIAKAN
AYAM BURAS
Kenyataan menunjukkan
bahwa penampilan produktivitas ayam buras baik pertumbuhan maupun produksi
telur sampai saat ini masih relatif rendah dan sangat bervariasi. Untuk itu
perlu dilakukan upaya peningkatan produktivitasnya melalui peningkatan mutu
genetik dengan teknik pemulia-biakan disamping upaya perbaikan pakan dan
pengelolaan.
Teknik perbaikan mutu
genetik ayam buras sangat jauh ketinggalan dibandingkan dengan ayam ras yang
sudah mengalami kemajuan teknologi dan terus ditingkatkan. Hal ini terlihat
dari manifestasi produksi pembibitan ayam ras yang telah mencapai jutaan ekor
anak ayam ras per satuan waktu tertentu yang homogen dengan penampilan
produktivitas relatif baik. Keadaan ini tidak diperoleh begitu saja, tetapi
adalah dengan beberapa upaya yang memakan waktu yang cukup lama dan biaya
besar.
Prinsip pemuliabiakan
ayam buras sama dengan ayam ras, masalahnya upaya tersebut harus ditunjang dana
yang cukup serta kontinuitas penanganan yang berkesinambungan. Teknologi
pemuliabiakan yang dapat dilakukan untuk peningkatan mutu genetik ayam buras
ini yang paling sederhana, anatar lain (1) seleksi terhadap sifat-sifat yang
dikehendaki dan (2) kawin silang (upgrading).
Apabila produksi danging
yang menjadi tujuan utama dari suatu usaha ternaka ayam buras, teknik paling
sederhana yang dapat dilakukan adalah mengawinkan ayam buras betina dengan ayam
jantan ras tipe pedaging. Upaya ini diikuti dengan seleksi terhadapa
sifat-sifat yang dikehendaki yakni pertumbuhan yang cepat dari populasi ayam
hasil persilangan tersebut. Seleksi ini harus dilakukan secara terus menerus
pada tiap-tiap generasi dan hati-hati jangan sampai terjadi perkawinan antara
sesama satu keturunan. Dengan upaya yang terus menerus tanpa terputus, diharap
keluaran akhir adalah terbentuknya bangsa/jenis baru ayam buras khusus untuk
produksi daging.
Selanjutnya, kalau tujuan
utama untuk produksi telur upaya perkawinan antara ayam buras betina dengan
pejantan ayam ras tipe petelur yang diikuti upaya seleksi terhadap sifat
bertelur banyak dari populasi ayam hasil persilangan yang diperoleh.
Perlu diperhatikan,
adalah tindak lanjut upaya teknik pemuliabiakan yang dilakukan yaitu
dipenuhinya persyaratan yang dilakukan bagi ayam buras sebagai hasil
pemuliabiakan, antara lain haru siikuti dari aspek pakan dan pengelolahan
sesuai dengan kondisi lingkungan. Keadaan ini perlu untuk menunjang peningkatan
mutu genetik yang telah diperoleh agar diikuti peningkatan penampilan
produktivitas dari ayam tersebut. Dengan demikian upaya pelaksanaan teknologi
pemuliabiakan yang tidak ditunjang persyaratan yang diperlukan tidak akan dapat
memberikan hasil yang diharapkan.
Perbaikan mutu genetik
ayam buras dengan cara seleksi dengan upaya memilih ayam-ayam yang berproduksi
tinggi merupakan cara yang lebih tepat untuk dapat dilaksanakan walaupun
memakan waktu yang cukup lama. Pelaksanaan ini harus benar-benar ditunjang oleh
sumberdaya dana yang cukup disamping keterampilan yang tinggi.
VI.
PENCEGAHAN
PENYAKIT
Penanganan yang tepat terhadap faktor bibit, pakan dan pengelolaan suatu
usaha ternak ayam buras merupakan suatu langkah menuju keberhasilan usaha
tersebut. Karena dengan upaya ini, terpenuhi pula usaha pencegahan penyakit
yang mungkin timbul pada ayam buras yang dipelihara. Mencegah timbulnya
penyakit merupakan suatu upaya yang tepat dan murah serta bijaksana daripada upaya
pengobatan.
Aspek pencegahan penyakit yang terpenting antara lain adalah pelaksanaan
(1) program sanitasi sebelum dan selama pemeliharaan ternak, (2) program
vaksinasi yang teratur dan (3) pencegahan terhadap tekanan lingkungan.
Program sanitasi lingkungan kandang tempat memelihara ayam buras dan
kandang itu sendiri hasrus dilaksanakan secara teratur. Hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain (1) kebersihan lingkungan kandang itu sendiri harus
disucihamakan sebelum diisi dengan ayam termasuk kebersihan kandang selama
pemeliharaan ternak, (2) letak kandang, (3) peralatan kandang, seperti tempat
makanan dan minuman yang bersih, (4) kandang dengan lantai litter perlu
mengganti bahan litter tersebut satu kali setiap minggu, (5) kandang lantai
kawat berkolong, perlu upaya penaburan kapur atau sekam untuk mencegah kotoran
ayam jangan sampai basah/becek serta membersihkannya.
Pelaksanaan program vaksinasi yang teratur sangat dituntut dalam suatu
usaha ternak (ayam buras) untuk mendapatkan hasil yang baik. Dari beberapa
program vaksinasi untuk ayam buras yang terpenting adalah vaksinasi terhadap
penyakit tetelo atau New Castle Disease (ND).
Vaksinasi terhadap penyakit tetelo dapat dilakukan dengan menggunakan
vaksin ND. Vaksin ND ini ada dua macam, yaitu (1) vaksin ND aktif mengandung
virus hidup, tetapi tidak membahayakan bagi ayam yang divaksinasi, (2) vaksin
ND inaktif (virusnya sudah mati), sehingga kekuatan kekebalnnya lebih rendah
daripada vaksin ND aktif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan vaksinasi, antara
lain (1) ayam-ayam yang akan divaksinasi harus sehat, (2) pelaksanaan vaksinasi
jangan kena sinar matahari atau panas lampu, (3) vaksin terlebih dahulu diaduk
sampai rata dengan pelarut yang digunakan, (4) jarum suntik yang dipergunakan
harus steril dan jangan sampai ada alkohol yang menempel (harus kering), (5)
vaksin jangan sampai tumpah ke tanah/lantai kandang, (6) transportasi vaksin
dari sumbernya sampai lokasi/tempat pemeliharaan (penyimpanan vaksin dalam
termos es) dan (7) jangan sampai ada ayam dari populasi yang diprogramkan yang
ketinggalan tidak divaksin.
Cara vaksinasi yang dapat ditempuh, antara lain (1) dengan suntikan, (2)
melalui air minum, (3) melalui tetes mata, hidung dan mulut, (4) menggunakan
semprotan. Pemilihan cara mana yang dipergunakan untuk vaksinasi banyak faktor
yang perlu diperhatikan, seperti pengadaan vaksin, umur ayam yang dipelihara,
keterampilan pelaksana, tujuan dan sistem pemeliharaan. Prinsipnya pelaksanaan
vaksinasi tersebut harus teratur, tepat, teliti dan sesuai dengan petunjuk
penggunaan setiap jenis vaksin yang bersangkutan. Vaksin lebih baik dilakukan
sesering mungkin yakni setiap 2,5 bulan sekali. Demikian juga penggunaan
jumlah/dosis vaksin yang dipergunakan harus sesuai dengan petunjuk yang sudah
tertera dalam kemasan vaksin tersebut.
Sebagai pegangan program vaksinasi ayam buras dapat dilihat pada data
seperti yang disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Program Vaksinasi Ayam Buras1)
Periode
Vaksinasi
|
Umur ayam
|
Jenis
Vaksin
|
Dosis dan aplikasi
|
Pertama
|
1-4 hari
|
Strain F atau Lasota
|
Satu tetes lewat mata
|
Kedua
|
3-4 minggu
|
Strain F atau Lasota
|
Satu tetes lewat mata
|
Ketiga
|
2-3 bulan
|
Kumarov atau Lasota
|
0,5 dosis suntikan otot (intra musculer)
|
Keempat
|
5-6 bulan
|
Kumarov atau Lasota
|
Satu dosis suntikan otot (intra musculer)
|
Kelima
|
Diulang 3-4 bulan kemudian
|
Kumarov atau Lasota
|
Satu dosis suntikan otot (intra musculer)
|
1)
Informasi Teknis Peternakan, Puslitbang Peternakan, 1990
Disamping pelaksanaan program sanitasi dan vaksinasi seperti telah
diuraikan di atas, pencegahan terhadap tekanan lingkungan perlu dilakukan
penanganan yang teliti dan tepat. Tekanan lingkungan terhadap ayam antara lain
dapat berbentuk (1) suhu udara di dalam dan di luar kandang yang terlalu tinggi
ataupun terlalu rendah, (2) keadaan lingkungan yang pengap (sesak), bau busuk
dan konsentrasi amonia yang tinggi, (3) keadaan dan kualitas pakan yang tidak
tepat dan tidak sesuai dengan kebutuhan ayam, (4) keadaan pengelolaan yang
tidak serasi, (5) akibat vaksinasi yang tidak tepat serta (6) keributan yang
diakibatkan suara dan bunyi yang berisik atau mengagetkan.
Penanganan yang tepat terhadap tekanan lingkungan ini harus diupayakan
serta dicegah dengan perbaikan-perbaikan sedemikian rupa agar hasil yang
diperoleh sesuai dengan yang diharapkan dapat tercapai. Apabila tekanan
lingkungan ini tidak dapat dicegah dengan upaya tersebut di atas, usaha yang
dapat ditempuh adalah dengan mencampur antibiotika ke dalam ransum dan/atau air
minum. Antibiotika ini ada yang mengandung antibiotika saja dan ada antibiotika
dengan vitamin serta antibiotika dengan vitamin dan zat-zat lainnya seperti
misalnya asam-asam amino esensial.
Pencegahan dan penanganan terhadap penyakit pada ayam buras, diuraikan
secara lebih lengkap dalam bab lain yang khusus membicarakan masalah penyakit
pada ayam buras.
VII.
KESIMPULAN
Dari uraian dan informasi di atas, dapat diambil beberapa keimpulan sebagai
berikut :
1.
Ayam buras
merupakan salah satu komoditas ternak yang mempunyai potensi cukup tinggi
sebagai penghasil telur dan daging.
2.
Ditingkat
petani peternak ayam buras sangat potensial antara lain sebagi sumber
pendapatan (cash income) disamping sumber protein hewani bagi kebutuhan
keluarga.
3.
Produktivitas
ayam buras dapat ditingkatkan melalui peningkatan teknologi budidayanya, yakni
(1) penanganan yang baik dan tepat terhadap pengelolaan termasuk pemeliharaan
dan pencegahan penyakit, (2) pengadaan dan pemberian pakan yang cukup kuantitas
serta kualitas dengan tepat, (3) pengadaan dan pemilihan bibit ayam buras yang
baik dan sehat serta dari turunan ayam buras yang baik dan sehat pula.
4.
Pelaksanaan
program sanitasi dan program vaksinasi (terutama vaksinasi pencegahan penyakit
tetelo (ND) serta pencegahan terhadap tekanan lingkungan tempat/lokasi
pemeliharaan ayam buras dengan teratur dan tepat merupakan salah satu upaya
untuk mencapai keberhasilan usaha ternak ayam buras.